Abstrak


Penggunaan Narasi Euroskeptisisme Oleh Hungaria Dalam Menolak Klausul Migrasi Post-Cotonou Agreement Tahun 2018-2023


Oleh :
Jasmine Marshanda Rully Annindya - D0421034 - Fak. ISIP

Hungaria secara konsisten menunjukkan resistensi terhadap kebijakan migrasi Uni Eropa dengan menolak berbagai inisiatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interaksi Hungaria dengan UE dalam kebijakan migrasi, dengan fokus pada penolakan terhadap Post-Cotonou Agreement sebagai refleksi dari strategi kebijakan luar negeri Hungaria dalam mempertahankan kedaulatan nasional atas regulasi migrasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan bagaimana penggunaan narasi euroskeptisisme digunakan oleh pemerintah Hungaria dalam menolak klausul migrasi Post-Cotonou Agreement. Penelitian ini menggunakan teori euroskeptisisme sebagai alat analisis. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, berfokus pada fenomena tertentu dalam konteks spesifik yang dibatasi oleh waktu dan tempat. Peneliti juga menyajikan data dalam bentuk narasi. Proses analisis data mengikuti tahapan yang dikembangkan oleh Creswell, dengan pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi pola narasi pemerintah Hungaria terkait isu migrasi melalui pengorganisasian data, pengelompokan dan kategorisasi, serta analisis deskriptif yang mengaitkan temuan dengan teori euroskeptisisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan narasi euroskeptisisme yang berbasis identitas dan populisme terhadap isu migrasi menjadi dasar penolakan Hungaria terhadap Post-Cotonou Agreement. Dengan menggabungkan aspek politik dan ideologis, narasi yang digunakan memperkuat sikap euroskeptisisime dimana kebijakan migrasi Uni Eropa mengancam kedaulatan dan budaya nasional. Selain itu, penolakan berbasis identitas memandang perbatasan sebagai simbol identitas Hungaria yang berbasis Kristen Konservatif, nilai keluarga tradisional, dan bekas jajahan Soviet, dan nasionalisme. Sikap ini menunjukkan bahwa euroskeptisisme oleh pemerintah Hungaria menjadi bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempertahankan kontrol politik domestik sekaligus memperkuat citra nasionalisme dalam menolak campur tangan eksternal.