;
Industri pengolahan
makanan menghadapi masalah besar berupa food waste dan food loss. Kedua masalah
ini banyak disebabkan oleh perishable products, yaitu produk yang mudah
rusak atau mengalami penurunan kualitas. Sedangkan, perishable products
seringkali berasal dari growing items yang telah diolah. Pada tahun
2022, sekitar 1,05 miliar ton makanan terbuang setiap tahun secara global,
menyebabkan kerugian ekonomi hingga 1 triliun USD. Di Indonesia, limbah makanan
mencapai 23-48 juta ton per tahun dengan kerugian Rp213–551 triliun. Limbah
makanan ini juga berkontribusi pada emisi karbon sebesar 1.702,9 megaton CO₂
ekuivalen di Indonesia.
Kondisi ini
mendorong pentingnya langkah strategis untuk mengurangi food waste dan food
loss, salah satunya melalui pengendalian persediaan dan penggunaan preservation
technology untuk memperpanjang umur produk serta mengurangi biaya dan
dampak lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model
persediaan multi eselon yang mempertimbangkan faktor-faktor, seperti
deteriorasi produk, preservation technology, emisi karbon, dan opsi
pembayaran kredit. Model ini dirancang untuk memaksimalkan keuntungan setiap
eselon dan keseluruhan rantai pasok.
Model kemudian diaplikasikan
pada contoh numerik dan dilakukan analisis sensitivitas untu mengetahui dampak
perubahan parameter terhadap variable keputusan serta fungsi tujuan dengan
bantuan software Mathematica 12.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada rantai pasok terintegrasi, pembayaran kredit dengan periode kredit lebih
besar dari waktu siklus pengecer memberikan total keuntungan tertinggi,
sedangkan pada rantai pasok tidak terintegrasi, pembayaran kredit dengan
periode kredit lebih kecil dari waktu siklus pengecer lebih menguntungkan.