Tradisi sembogo merupakan salah satu prosesi
dalam tata rias pengantin adat Jawa yang dilakukan oleh perias sembogo dengan meniupkan asap rokok ke bagian
tertentu pada pengantin. Ritual ini dipercaya dapat memancarkan aura kecantikan
dan memberikan keberkahan bagi pernikahan. Namun, seiring dengan perkembangan
zaman, sembogo mengalami transformasi
yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada tradisi sembogo, faktor-faktor yang menyebabkan
transformasi, serta dampaknya terhadap tata rias pengantin Jawa. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus Komunitas Rias Paes
Ayu di Surakarta. Penelitian ini
dianalisis menggunakan teori Interaksionisme Simbolik oleh Herbert Blumer, yang
berfokus pada tiga konsep utama, yaitu meaning (makna), language
(bahasa), dan thought (pemikiran), untuk memahami bagaimana makna
tradisi Sembogo dibentuk, dinegosiasikan, dan diinterpretasikan melalui
interaksi sosial. Data diperoleh melalui wawancara
mendalam, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sembogo mengalami pergeseran dari
praktik tata rias pengantin Jawa menjadi wacana budaya yang lebih sering
diajarkan dalam seminar atau kursus rias dibandingkan dipraktikkan langsung
dalam pernikahan. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi transformasi ini meliputi
perubahan pola pikir terhadap konsep kecantikan, pergeseran gaya hidup yang
lebih efisien, meningkatnya religiusitas, pengaruh globalisasi dan media
sosial, serta perubahan lingkungan sosial yang semakin modern. Dampaknya,
praktik sembogo semakin jarang
dilakukan dalam pernikahan adat Jawa, profesi perias sembogo beralih lebih kepada edukasi dan
pelestarian budaya, serta tata rias pengantin lebih banyak mengadopsi tren
riasan modern tanpa ritual adat. Transformasi ini menunjukkan bahwa tradisi
budaya dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa sepenuhnya kehilangan
makna simboliknya.