;
Auddy Rogmanialdy Gundomono. Sentot Sudarwanto, Rosita Candrakirana.2025. Dasar Filosofis Zona Nilai
Tanah Sebagai Pedoman Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Proses Peralihan Hak .Tesis Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis terkait dasar filosofis dari ZNT yang dijadikan dasar
untuk menentukan pajak BPHTB di kota Salatiga. Penelitian ini juga menarasikan terkait bagaimana BPKPD
kota salatiga menentukan nilai harga pasar untuk
pemungutan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dalam proses
peralihan tanah melalui jual beli.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan kasus. Jenis dan sumber hukum yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer Menurut
Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempuny otoritas berupa
perundang-undangan dan bahan hukum sekunder, Menurut Peter
Mahmud Marzuki, bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmberupa karya tulis ilmiah dan buku.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama Dasar filosofis ZNT dalam hal ini belum terpenuhi secara filosofis, karena dalam filosofis keadilan dan kepastian hukum terkait ZNT belum terpenuhi. Untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pemungutan pajak negara atas tanah, keseimbangan antara kepentingan BPKPD dan wajib pajak adalah esensial. Keseimbangan ini berkaitan erat dengan sistem perpajakan Indonesia, yaitu Self Assessment. Untuk mendukung implementasi Self Assessment pajak atas peralihan hak atas tanah, pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun peraturan khusus mengenai ZNT. Regulasi ini berfungsi sebagai acuan penilaian harga untuk menciptakan kepastian hukum dan sistem pemungutan pajak yang jelas serta tidak multi tafsir. Kedua Penetapan dasar pengenaan BPHTB oleh BPKPD Kota Salatiga belum efektif. Ketiadaan peraturan daerah mengenai ZNT menyebabkan ketidakpastian hukum dan ketidaksesuaian dengan Perda Nomor 1 Tahun 2024. Akibatnya, nilai acuan yang ditetapkan menjadi terlalu tinggi dan tidak berkeadilan bagi masyarakat, sehingga diperlukan penetapan NJOP sebagai standar yang adil.