Abstrak


Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Inhaler Aerosol Berbasis Nanoemulsi Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica L. Urb)


Oleh :
Faazatus Shofi - M0621015 - Fak. MIPA

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN INHALER AEROSOL BERBASIS NANOEMULSI EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella asiatica L. Urb)

 

ABSTRAK

 

FAAZATUS SHOFI

 

Program Studi S1 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

 

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menjadi masalah kesehatan global dengan meningkatnya kasus resistensi terhadap obat anti-tuberkulosis (OAT). Alternatif pengobatan menggunakan bahan alam, seperti ekstrak daun pegagan (Centella asiatica L. Urb), menarik perhatian karena kandungan asiatikosida yang memiliki aktivitas antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas antibakteri sediaan inhaler aerosol berbasis nanoemulsi ekstrak daun pegagan terhadap bakteri Bacillus subtilis sebagai bakteri uji alternatif untuk Mycobacterium tuberculosis, serta menentukan karakteristik fisikokimia dan efektivitas formulasi nanoemulsi dibandingkan dengan ekstrak tanpa formulasi.

Ekstrak daun pegagan diperoleh melalui metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Identifikasi senyawa asiatikosida dilakukan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dan kuantifikasi kadar asiatikosida total dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 209 nm. Nanoemulsi optimum dibuat dengan metode homogenisasi ultrasonik menggunakan Tween 80, asam oleat, dan propilen glikol. Uji aktivitas antibakteri dilakukan secara in vitro menggunakan metode difusi cakram dengan desain 5+1. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan tiga kompleks yaitu, ekstrak daun pegagan, formulasi nanoemulsi, dan antibiotik rifampisin sebagai kontrol positif. Data analisis menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menentukan potensi hambatannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pegagan memiliki efektivitas antibakteri sebesar 59,6%, sedangkan sediaan inhaler nanoemulsi menunjukkan aktivitas sebesar 56,2%. Penurunan sebesar 3,4% ini diduga disebabkan oleh interaksi antar bahan dalam formulasi tetap menunjukkan aktivitas antibakteri yang signifikan dan berada dalam batas formulasi yang dapat diterima (SBR 3%). Penelitian ini mendukung potensi pengembangan inhaler nanoemulsi berbasis fitofarmaka sebagai terapi tambahan terdapat infeksi bakteri paru.