NAYYRA
ASHFARANI SAYYIDA, E0021331, TINJAUAN HUKUM PENYITAAN ASET AKIBAT TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG DENGAN TINDAK PIDANA ASAL NARKOTIKA DI INDONESIA: STUDI KASUS FREDY
PRATAMA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penyitaan aset dalam tindak pidana pencucian uang yang berasal dari
tindak pidana narkotika merupakan tantangan serius dalam penegakan hukum di
Indonesia. Kompleksitas jaringan kejahatan terorganisir, penggunaan teknologi
untuk menyamarkan hasil kejahatan, serta keterbatasan kerja sama lintas negara
menjadi hambatan utama dalam proses pelacakan dan penyitaan aset.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam prosedur penyitaan aset
dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari tindak pidana
narkotika di Indonesia serta menganalisis implementasinya melalui studi kasus
Fredy Pratama. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif
dengan pendekatan yuridis normatif, pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan
perbandingan (comparative approach)
Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa secara normatif, tahapan
penyitaan aset telah diatur secara komprehensif dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
khususnya Pasal 67 yang mengatur tentang prosedur penyitaan dan perampasan aset
hasil tindak pidana. Tahapan tersebut mencakup proses identifikasi dan
penelusuran aset terkait tindak pidana, pengumpulan dan penilaian bukti
keterkaitan aset dengan tindak pidana, pengajuan permohonan penyitaan ke
pengadilan, pelaksanaan penyitaan, pengamanan dan pengelolaan aset yang disita,
serta lelang atau pelepasan aset. Dalam Pasal 67, ditegaskan bahwa negara dapat
melakukan penyitaan dan perampasan aset yang diduga berasal dari tindak pidana pencucian
uang, meskipun pelaku belum ditemukan atau belum diputus bersalah oleh
pengadilan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
khususnya Pasal 91 ayat (1), juga menyatakan bahwa terhadap siapa pun yang
melakukan tindak pidana narkotika, hasil kejahatannya dapat disita dan dirampas
untuk negara.
Hasil penelitian kedua menyoroti isu hukum dalam kasus Fredy Pratama, yaitu terkait penyitaan aset yang berada di Thailand. Aset-aset tersebut tidak dapat disita karena adanya dugaan perlindungan terhadap Fredy Pratama di Thailand serta perbedaan sistem hukum antara Indonesia dan Thailand. Tanpa adanya MLA yang efektif dan pengakuan terhadap putusan pengadilan Indonesia, aset tidak dapat langsung disita dan dikembalikan. Oleh karena itu, diperlukan penguatan regulasi melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang mengatur mekanisme non-conviction based forfeiture (perampasan tanpa putusan pidana), guna memungkinkan penyitaan aset tanpa harus menunggu putusan pengadilan pidana.