Tsamara Salma Maulidya, B0121075,
2025. Bahasa dan Budaya dalam Folklor Mbah Jonantang di Desa Genjahan,
Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Skripsi Program Studi
Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini mengkaji
tiga rumusan masalah yaitu: (1) satuan lingual bahasa Jawa yang dipandang
penting terkait folklor Mbah Jonantang, (2) makna kultural dari satuan lingual
tersebut, dan (3) pola pikir, pandangan hidup, serta pandangan terhadap dunia
masyarakat yang tercermin dalam satuan lingual tersebut.Sehubungan dengan
rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menyebutkan
satuan lingual bahasa Jawa yang dipandang penting terkait dengan folklor Mbah
Jonantang, (2) mendeskripsikan makna kultural dalam satuan lingual tersebut,
dan (3) mendeskripsikan pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap
dunia masyarakat yang tercermin dalam satuan lingual tersebut.
Penelitian ini
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui metode
simak dengan teknik dasar sadap. Data berupa tuturan lisan dari informan yang
mengandung bentuk kata (monomorfemis, polimorfemis), fraseologis, serta
maknanya (leksikal, gramatikal, dan kultural). Analisis dilakukan dengan metode
padan referensial dan metode agih.
Hasil dari penelitian ini
dapat diambil kesimpulan: (1) ditemukan 24 satuan lingual penting dalam folklor
Mbah Jonantang, yang terdiri atas: monomorfemis (botoh, cungkub, buk),
yang mengacu pada istilah terkait praktik perjudian, bangunan pelindung makam, dan
jembatan sebagai infrastruktur; polimorfemis (pekathik, nêpi, mbrangkang, lek-lekan,
toh-tohan ngarit, kadipaten, nyêkar, ngêmuli, kalangan, nggantung sikil,
panjang ilang, wong cilik) yang merepresentasikan aktivitas sehari-hari,
struktur sosial, praktik spiritual, serta kondisi rakyat kecil; dan fraseologi
(adu jago, banyu tempur, usum nomer, wani nguruni, jaban rangkah, jago gunung,
aja nantang ratu, jaman ora enak) yang mengandung simbol sosial, ekspresi
lokal, serta nilai-nilai budaya masyarakat; (2) satuan lingual tersebut
mengandung makna kultural seperti penghormatan kepada leluhur, nilai spiritual,
dan norma sosial; (3) satuan-satuan tersebut mencerminkan pola pikir masyarakat
yang menghormati dunia lahir dan batin, serta nilai-nilai seperti nrima, rila,
dan tepa selira. Folklor ini menjadi media pewarisan budaya sekaligus
representasi identitas kolektif masyarakat Desa Genjahan, Kecamatan Ponjong,
Kabupaten Gunungkidul.