;
Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (untuk selanjutnya disebut dengan Perja 15/2020) mengatur bagaimana proses penyelesaian perkara pidana dengan berupaya melibatkan korban dan pelaku agar tercapai perdamaian dengan mengedepankan win-win solution. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui dan menganalisa Prosedur dan tata pelaksanaan restorative justice di Kejaksaan Negeri Bantul berdasarkan Hukum Positif dan Untuk mengetahui dan menganalis implementasi hukum kebijakan penghentian penuntutan tindak pidana ringan berdasarkan Restorative Justice oleh Kejaksaan Negeri Bantul. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris. Sumber datanya adalah dengan mengandalkan data primer yang diperoleh dari penelitian di Kantor Kejaksaan Negeri Bantul secara langsung dengan melakukan wawancara terhadap Penuntut Umum yang menerapkan Kebijakan Penghentian Penuntutan Sementara data sekunder yang berfungsi sebagai penunjang dalam penelitian ini, terdiri dari bahan-bahan hukum. Perja No 15 Tahun 2020 dalam penerapan keadilan restoratif ini sudah cukup tegas diatur dalam peraturan tersebut akan tetapi masih terdapat batasan dalam penerapan restorative justice yaitu salah satunya bahwa penerapan keadilan restoratif tersebut dikecualikan terhadap tindak pidana narkotika dan tindak pidana diancam pidana minimal dan ancaman pidana tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Penerapan dan implementasi Restorative Justice di Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia baik ditingkat pusat, kabupaten/kota. Salah satunya ada di Kejaksaan Negeri Bantul, fasilitas yang diberikan seperti Rumah RJ dan menjadi fasilitator bagi para pihak. Namun di Sisi lain, Kejaksaan Negeri Bantul dalam hal upaya-upaya peningkatan penyelesaian perkara dengan Restoratif Justice juga melaksanakan penyuluhan ke masyarakat dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan dinas-dinas terkait serta DPRD.