Pernikahan selama ini diposisikan sebagai institusi sosial yang bernilai sakral dan menjadi tujuan hidup kebanyakan perempuan dalam budaya masyarakat, terutama masyarakat muslim Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul tren marriage is scary di kalangan perempuan muda, terutama mereka yang aktif di media sosial. Tren ini menunjukkan perubahan cara pandang terhadap pernikahan yang kini tidak lagi dipandang sebagai keharusan, tetapi sebagai keputusan yang kompleks dan penuh pertimbangan serta tak sedikit pula yang menolak pernikahan. Penelitian ini dilakukan untuk memahami bagaimana perempuan muslim memaknai pernikahan dan merespon tren marriage is scary di tengah tekanan sosial untuk menikah muda. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus terhadap perempuan muslim dari latar belakang organsiasi islam yang berbeda, yakni Muhammadiyah, NU, dan LDII yang berada di Kabupaten Klaten. Teori yang digunakan adalah teori habitus dan konsturksi sosial. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman perempuan muslim terhadap pernikahan dibangun melalui habitus keluarga dan lingkungan sosial, terutama melalui ajaran dan nilai-nilai ormas yang diikuti. Namun, tren marriage is scary juga turut membentuk konstruksi sosial baru yang mempengaruhi cara pandang perempuan muslim terhadap pernikahan. Para informan pada akhirnya tidak menolak pernikahan secara mutlak, melainkan mengembangkan sikap reflektif dan kritis dalam mempertimbangkan keputusan untuk menikah. Tren marriage is scary menunjukkan adanya perubahan makna pernikahan dari institusi normatif menuju ruang negosiasi dan kesadaran gender dalam masyarakat kontemporer. Bagi para informan, tren ini memunculkan awareness dan sikap selektif saat memutuskan untuk menikah.