;
Proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah kontekstual sering kali belum sepenuhnya utuh, sistematis, dan terstruktur. Akibatnya, muncul fenomena berpikir pseudo dan fragmentasi struktur berpikir dalam memecahkan masalah kontekstual. Kedua fenomena tersebut dapat terjadi ketika siswa diminta menghubungkan perubahan dua kuantitas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan jenis berpikir pseudo kovariasional beserta bentuk fragmentasi struktur berpikir yang dialami siswa dalam memecahkan masalah kontekstual yang ditinjau dari langkah Polya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi studi kasus. Subjek penelitian yakni 2 siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Surakarta yang dipilih melalui purposive sampling. Adapun data utama berupa diperoleh melalui think aloud saat siswa memecahkan masalah kontekstual fungsi linear dan dilengkapi hasil wawancara mendalam. Validitas data hasil think aloud dan wawancara dilakukan dengan triangulasi waktu. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa SMP mengalami berpikir pseudo salah dengan fragmentasi struktur berpikir yang terjadi dalam semua tahapan pemecahan masalah. Siswa memberikan jawaban akhir salah tetapi proses berpikir dalam penalaran kovariasional yang dimiliki siswa benar. Siswa dapat melakukan asimilasi dengan menyesuaikan skema terhadap masalah kontekstual yang diberikan. Akan tetapi, siswa gagal dalam proses berpikir akomodasi dalam memecahkan masalah. Disequilibrium atau ketidakseimbangan antara asimilasi dan akomodasi menjadi salah satu faktor siswa memberikan jawaban salah walaupun penalaran kovariasional benar. Adapun ditemukan penyebab fenomena berpikir pseudo dan fragmentasi yang dialami siswa disebabkan oleh kebiasaan siswa menghafal, pembelajaran yang tidak bermakna sehingga rentan adanya celah kontruksi konsep matematika yang tidak benar, tidak memeriksa kembali jawaban, tergesa gesa dan spontan dalam menjawab, serta pemahaman materi pra-syarat terjadi pseudo konseptual. Temuan baru menunjukkan bahwa struktur berpikir yang pseudo akan dapat menimbulkan efek domino atau berkelanjutan pada materi selanjutnya. Hal tersebut sangat krusial dalam pembentukan konsep matematika yang benar pada proses berpikir siswa. Dengan demikian, harapannya guru dapat mengatasi keadaan fragmentasi struktur berpikir pseudo yang terjadi pada siswa dengan defragmentasi atau penataan ulang struktur berpikir