Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan permasalahan hukum berupa keabsahan perjanjian pendanaan melalui layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI) ilegal dan akibat hukum pihak yang wanprestasi dalam perjanjian tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif/doktrinal yang bersifat preskriptif dan terapan dengan pendekatan undang-undang (statutory approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) menggunakan bahan kepustakaan berupa buku, artikel, peraturan perundang-undangan, dan sumber lain yang berkaitan. Berdasarkan syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek, terdapat beberapa jawaban atas keabsahan perjanjian pendanaan melalui LPBBTI ilegal. Perjanjian pendanaan dikatakan sah apabila seluruh syarat sah perjanjian terpenuhi pada saat perjanjian dibuat dan ditandatangani. Perjanjian pendanaan dapat dibatalkan (voidable/vernietigbaar) apabila tidak memenuhi unsur subjektif berupa kesepakatan dan/atau kecakapan hukum. Perjanjian pendanaan batal demi hukum (null and void/nietig) apabila tidak memenuhi unsur objektif berupa suatu hal tertentu dan/atau sebab yang halal. Akibat hukum pihak yang wanprestasi dalam perjanjian tersebut ditentukan berdasarkan sifat perjanjian dan tindakan pihak lain. Akibat hukum pihak yang wanprestasi dalam perjanjian pendanaan yang sah dapat berupa pembenanan biaya kerugian, bunga, dan biaya perkara yang timbul atas perbuatan wanprestasi. Akibat hukum pihak yang wanprestasi dalam perjanjian pendanaan yang dapat dibatalkan (voidable/vernietigbaar) namun tidak diajukan pembatalannya serupa dengan perjanjian pendanaan sah. Akibat hukum pihak yang wanprestasi dalam perjanjian pendanaan yang dibatalkan atau batal demi hukum (null and void/nietig) adalah dibebankan kewajiban mengembalikan seluruh hal yang diperoleh melalui perjanjian pendanaan.