Festival musik elektronik MDLBeast di Arab Saudi merupakan simbol transformasi sosial dalam kerangka Visi 2030 yang dipelopori oleh Mohammed Bin Salman. Festival musik elektronik MDLBeast ini membuka ruang baru bagi ekspresi budaya global di negara yang sebelumnya sangat konservatif. Namun, keterbukaan budaya tersebut justru memicu konflik kebudayaan akibat pertemuan antara norma-norma lokal Arab Saudi dengan nilai-nilai budaya Barat, terutama dalam aspek cara berpakaian, interaksi sosial, dan gaya hidup. Pokok masalah yang peneliti kaji adalah bagaimana bentuk sub-kebudayaan yang terjadi di festival musik elektronik MDLBeast? Dan bagaimana bentuk konflik kebudayaan yang terjadi di festival musik elektronik MDLBeast?. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk konflik budaya yang terjadi dan menganalisis faktor-faktor yang memicunya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teori konflik budaya dari Thorten Sellin sebagai landasan analitis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi naturalistik berbasis data pustaka. Teknik observasi yang diterapkan bersifat non-partisipan dan unobtrusive, yaitu mengamati fenomena secara tidak langsung melalui dokumentasi publik berupa video, unggahan media sosial, dan laporan berita terkait festival musik elektronik MDLBeast. Data dianalisis melalui teknik analisis isi (content analysis) dengan pendekatan interpretatif. Proses analisis dilakukan dalam tiga tahap: reduksi data, kategorisasi tema, dan penarikan kesimpulan yang dikaitkan dengan konsep secondary conflict dari Sellin, yakni konflik yang muncul akibat perbedaan norma antara budaya dominan dan sub-kebudayaan dalam satu masyarakat. Hasil analisis menunjukkan bahwa festival musik elektronik MDLBeast melahirkan sub-kebudayaan baru dalam masyarakat Arab Saudi, seperti cara berpakaian, public intimacy, dan konsumsi alkohol. Sub-kebudayaan tersebut berbenturan dengan nilai-nilai budaya lokal yang ketat, sehingga menciptakan ketegangan sosial. Benturan nilai ini berdampak pada meningkatnya perilaku menyimpang, seperti pelecehan seksual terhadap wanita dan penyalahgunaan alkohol oleh pemuda Arab Saudi. Fenomena ini memperkuat argumen Sellin bahwa konflik budaya internal dapat memicu kejahatan sosial. Oleh karena itu, diperlukan strategi regulatif dan edukatif berbasis sensitivitas budaya agar ruang ekspresi publik tidak menjadi arena penyimpangan sosial di tengah modernisasi yang berkembang.