Perkembangan batik di Indonesia sangat pesat hal ini dapat dilihat dari
banyaknya industri batik yang ada di Indonesia. Bahkan pada tanggal 2 Oktober
2009 batik di Indonesia sudah mendapatkan pengakuan dari UNESCO yang
merupakan kriteria Intangiable Cultural Heritage for Humanity. Pesatnya
perkembangan batik tersebut tidak diiringi dengan kemajuan peralatan-peralatan
yang digunakan untuk proses produksi batik, terlebih di Usaha Kecil Menengah.
Studi kasus dilakukan di UKM I Batik Soul Craft yang terletak di Desa
Kuwiran, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali dan UKM II Batik Cantik
di Desa Denggungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali karena kedua
UKM masih menggunakan alat ekstraksi zat warna alami yang sederhana berupa
panci yang tidak dilengkapi dengan saringan didalamnya, pengadukan yang tidak
dilakukan terus-menerus, dan tidak adanya proses pemurnian konsentrat melalui
proses evaporasi, maka pada kegiatan ini dibuat alat ekstrakstor-evaporator yang
efektif dan efisien.
Alat ekstraktor-evaporator zat warna alami yang dibuat terdiri atas tiga
bagian utama. Bagian pertama adalah tangki, memiliki volume sebesar 15 Liter,
berbahan dasar stainless steel (SS) 304, yang dilengkapi dengan tangki penyaring
serta kran pengeluaran hasil ekstraksi. Bagian kedua adalah rangka alat, terbuat
dari besi siku. Rangka alat memiliki dimensi total 58 cm x 40 cm x 72 cm,
berfungsi sebagai penyangga tangki ekstraktor-evaporator dan rangkaian
pengaduk. Bagian ketiga adalah pengaduk, terbuat dari stainless steel, berdiameter
2 cm dan panjang 50 cm, berfungsi untuk memperbesar kontak antara bahan dan
pelarut saat ektraksi berlangsung, sehingga proses pengambilan pigmen zat warna
alami berlangsung optimal. Sebagai penggerak dari pengaduk digunakan motor
¼ Hp dengan sistem transmisi pulley.
Dari hasil pengujian alat ekstraktor-evaporator jika dibandingkan dengan
alat konvensional menghasilkan konsentrat zat warna alami yang lebih banyak
(6,20 L : 3,03 L), kebutuhan gas LPG lebih sedikit (0,785 kg : 1,080 kg), suhu
operasi lebih stabil (98
0
C : tidak stabil), tekanan lebih tinggi (1,5 bar : 1 bar), dan
ampas yang tersaring lebih banyak (3,175 kg : 2,710 kg).
Biaya yang dikeluarkan untuk investasi alat ekstraktor-evaporator zat
warna alami sebanyak Rp 6.846.400, dengan rincian pembuatan alat di bengkel
dan ongkos tukang Rp 4.500.000, pembelian motor ¼ Hp Rp 865.000, termometer
Rp 175.000, pressure gauge Rp 45.000, kompor gas Rp 170.000, regulator gas Rp
139.000, LPG 3 kg Rp 130.000, sewa jasa angkut untuk membawa alat Rp
200.000, dan biaya PPN (10%) Rp 622.400. Alat ekstraktor-evaporator zat warna
alami mampu menghasilkan konsentrat sebanyak 18 L/hari.