;
Jeruk Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang memiliki potensi besar, baik dari segi ekonomi
maupun kandungan nutrisinya. Namun, keberagaman kultivar Jeruk Pamelo yang
tumbuh di Kabupaten Magetan serta potensi kandungan biokimiawinya, seperti
vitamin C dan flavonoid, belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Padahal informasi
tersebut penting dalam mendukung pemanfaatan Jeruk Pamelo sebagai produk
unggulan daerah. Penelitian dilakukan sebagai upaya untuk memberikan informasi
ilmiah yang dapat menjadi dasar dalam pemilihan kultivar Jeruk Pamelo yang
layak dikonsumsi, ditinjau dari kandungan biokimiawinya. Selain itu, penelitian
ini juga bertujuan untuk mengenalkan keberagaman kultivar Jeruk Pamelo kepada
masyarakat melalui identifikasi karakter morfologi, sehingga masyarakat dapat
lebih memahami, membedakan dan memanfaatkan setiap kultivar secara optimal. Penelitian bertujuan untuk
mengkarakterisasi morfologi dan biokimiawi berbagai kultivar Jeruk Pamelo yang
tumbuh di BETASUKA (Bendo, Takeran, Sukomoro dan Kawedanan) di Kabupaten
Magetan. Karakterisasi morfologi diamati berdasarkan panduan International
Plant Genetic Resources Institute (IPGRI), sedangkan karakterisasi biokimiawi
meliputi kandungan vitamin C (Asam Askorbat 272 nm), flavonoid total (Wilstater 382 nm), aktivitas antioksidan (DPPH 517
nm), dan kadar gula pada
buah (Refraktometer Brix). Data
kuantitatif dianalisis menggunakan ANOVA dengan SPSS versi 20. Data kualitatif
dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi kandungan
biokimiawi dan morfologi antar kultivar pada perbedaan lokasi tumbuh. Kultivar
Adas Duku dari Kecamatan Takeran dan kultivar Jawa dari Kawedanan memiliki
kandungan flavonoid tertinggi, masing-masing sebesar 106,01 mgQE/g dan 106,31
mgQE/g. Aktivitas antioksidan paling kuat tercatat pada kultivar Sri Nyonya di
Bendo sebesar 7,54 ppm dan di Kawedanan sebesar 5,78 ppm termasuk dalam
kategori sangat kuat. Kandungan vitamin C tertinggi ditemukan pada kultivar
Jawa di Kawedanan sebesar 31,97 mg/g, sementara kadar gula tertinggi ditemukan
pada kultivar Jawa di Sukomoro sebesar 10,7 °Brix. Hasil menunjukkan bahwa
faktor lingkungan abiotik dan perbedaan genetik antar kultivar mempengaruhi
biosintesis metabolit sekunder seperti flavonoid, vitamin C, antioksidan, dan
gula. Temuan ini menunjukkan
bahwa faktor lingkungan dan faktor
genetik dapat berpengaruh
terhadap biosintesis metabolit sekunder. Karakterisasi ini menjadi dasar ilmiah
untuk seleksi kultivar unggul dan pengembangan produk olahan Jeruk Pamelo di Kabupaten
Magetan.