Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengalaman hubungan orang tua memengaruhi pandangan Gen Z tentang pernikahan, (2) normalisasi perspektif baru terhadap pernikahan memengaruhi pola hubungan dalam keluarga, (3) pandangan negatif atau positif tentang pernikahan terbentuk melalui pengalaman keluarga di masa kecil. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teori yang digunakan adalah teori konstruksi sosialdari Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling. Sedangkan, teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Validitas data menggunakan tringgulasi sumber. Analisis data menggunakan analisis data interaktif. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu (1) kualitas hubungan orang tua menjadi faktor utama dalam membentuk persepsi awal Gen Z terhadap pernikahan. Informan yang tumbuh dalam keluarga harmonis di mana komunikasi terbuka, kasih sayang terlihat nyata, dan konflik dikelola secara sehat cenderung memiliki pandangan positif terhadap pernikahan. Sebaliknya, informan yang menyaksikan konflik orang tua, kekerasan verbal atau fisik, perselingkuhan, atau bahkan perceraian, menunjukkan pandangan yang lebih pesimis, (2) Gen Z tidak serta merta mewarisi pandangan orang tua tentang pernikahan. Mereka justru bersikap reflektif dan selektif. Sebagian besar informan menyatakan bahwa pernikahan kini bukan lagi keharusan, melainkan pilihan personal yang sangat dipengaruhi oleh kesiapan mental, stabilitas keuangan, dan visi hidup bersama, (3) Pengalaman masa kecil, sangat memengaruhi narasi internal Gen Z tentang pernikahan. Informan yang merasa dicintai, dihargai, dan aman di rumah, cenderung membawa harapanpositif terhadap relasi jangka panjang. Mereka percaya bahwa cinta yang stabil dan hubungan yang sehat bisa dicapai, dan ingin menciptakan keluarga yang hangat seperti yang mereka alami. Namun, informan yang mengalami ketidakstabilan emosi di masa kecil seperti merasa diabaikan, melihat pertengkaran, atau mengalami trauma relasional menunjukkan pandangan yang lebih negatif. Bagi mereka, pernikahan identik dengan ketidakbahagiaan atau bahkan penderitaan.