Abstrak


Proses Pengkotaan di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Tahun 2014 - 2024


Oleh :
Fachreza Arya Wanindra - K5421033 - Fak. KIP

Pertumbuhan penduduk yang terjadi pada suatu daerah dan perkembangan wilayah perkotaan di Indonesia dapat memicu pertumbuhan ekonomi, sehingga kota-kota tersebut akan menjadi magnet bagi penduduk untuk mencari pekerjaan dan mencari tempat tinggal di kota. Kota Surakarta sebagai pusat pertumbuhan mengalami keterbatasan lahan dengan 90% wilayah telah menjadi lahan terbangun, sehingga perkembangan kota meluas ke wilayah pinggiran seperti Kecamatan Colomadu, khususnya pada lokasi penelitian yaitu Desa Baturan, Desa Blulukan, dan Desa Klodran yang letaknya berdekatan dan berbatasan langsung dengan Kota Surakarta. Fenomena ini memicu proses pengkotaan yang tidak hanya mengubah aspek fisik wilayah, tetapi juga struktur sosial dan ekonomi masyarakat, khususnya petani yang mengalami dampak langsung dari konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis transformasi spasial secara fisik yang terjadi di Kecamatan Colomadu dalam kurun waktu 2014 – 2024. (2) menganalisis transformasi sosial-ekonomi yang terjadi di Kecamatan Colomadu dalam kurun waktu 2014 – 2024. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan untuk mengukur transformasi spasial secara fisik di lokasi penelitian adalah analisis spasial overlay, dan untuk mengukur transformasi sosial ekonomi menggunakan teknik analisis komparasi tabel. Hasil penelitian menunjukkan adanya transformasi spasial fisik di Kecamatan Colomadu dalam kurun waktu 2014 - 2024 yang didominasi oleh alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman. Terdapat perluasan permukiman dari 195,70 Ha (2014) menjadi 215,20 Ha (2024), sementara luas area persawahan mengalami penurunan drastis dari 141,17 Ha menjadi 107,17 Ha. Transformasi sosial-ekonomi di Kecamatan Colomadu yang paling signifikan dirasakan oleh masyarakat petani. Jumlah petani menurun drastis dari 174 orang (2014) menjadi 40 orang (2024), hal tersebut terjadi karena faktor alih fungsi lahan pertanian. Masyarakat melakukan diversifikasi mata pencaharian untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi hingga rata-rata pendapatan per kapita berfluktuasi dari Rp9.027.476/tahun (2014) menjadi Rp9.639.427/tahun (2024). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa transformasi spasial dan transformasi sosial ekonomi menghasilkan perubahan rupa, bentuk, dan fungsi. Bentuk menghasilkan pola heterogen lahan dan diversifikasi pekerjaan; Rupa membentuk landscape campuran antara pedesaan-perkotaan dan gaya hidup perkotaan; dan Fungsi membentuk area hunian dan area komersial, serta pekerjaan masyarakat yang multi sektor.