Penemuan fosil manusia purba di kawasan Sangiran
tidak hanya memiliki relevansi sebagai temuan ilmiah, melainkan juga menyatu
dengan konstruksi budaya masyarakat lokal, salah satunya melalui mitos balung
buto atau tulang raksasa yang diwariskan secara turun-temurun. Narasi ini
menjadi landasan konseptual dalam pengembangan film dokumenter Empu Balung
Buto yang diproduksi sebagai bagian dari pemenuhan Tugas Akhir. Film ini
mengangkat kisah seorang tokoh lokal Empu Balung, yang dikenal karena penemuan
fosil melalui pengalaman keseharian yang berpadu dengan praktik spiritual
seperti tafsir mimpi, semedi, dan laku tapa. Laporan ini menguraikan proses
perencanaan hingga realisasi produksi, dengan penulis berperan sebagai
sutradara yang bertanggung jawab atas pengarahan jalannya produksi, penguatan
visi kreatif, serta pengelolaan jalur komunikasi tim agar sejalan dengan
gagasan utama film. Observasi lapangan dilaksanakan untuk memahami kondisi
sosial-budaya setempat sekaligus mengidentifikasi potensi visual yang mendukung
penyusunan narasi. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa kualitas akhir film
sangat bergantung pada kemampuan sutradara dalam menyelaraskan aspek teknis dan
estetis, membangun koordinasi yang efektif, serta menyesuaikan pendekatan
dengan dinamika lapangan. Melalui karya ini, diharapkan tercipta sebuah media dokumentasi
visual yang tidak hanya merekam nilai-nilai sejarah, tetapi juga berperan
sebagai sarana edukasi yang menegaskan urgensi kearifan lokal dalam menjaga,
merawat, dan melestarikan warisan arkeologi sebagai bagian penting dari
identitas sejarah Indonesia.