Abstrak


Budidaya dan Analisis Usahatani Kembang Kol (Brassica oleracea var. botrytis) dengan Hormon Organik GSA (Giberelin, Sitokinin, dan Auksin) di Matesih, Karanganyar


Oleh :
Niswahty Zulfah - V4122060 - Sekolah Vokasi

Sektor pertanian memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, salah satunya melalui komoditas hortikultura seperti kembang kol (Brassica oleracea var. botrytis) yang bernilai gizi tinggi dan banyak diminati masyarakat. Akan tetapi, produksi kembang kol di Jawa Tengah dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan akibat teknik budidaya yang kurang tepat, faktor lingkungan, serta serangan hama dan penyakit, sehingga berpengaruh pada harga jual di pasaran. Selama ini peningkatan hasil sering mengandalkan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sintetis yang mahal dan berdampak negatif pada lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan alternatif berupa hormon organik GSA (Giberelin, Sitokinin, dan Auksin) yang berasal dari bahan alami seperti bawang merah, rebung bambu, dan air kelapa. Hormon ini berpotensi meningkatkan pertumbuhan, hasil panen, serta kualitas kembang kol dengan cara yang lebih ramah lingkungan dan ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui teknik budidaya kembang kol dengan hormon GSA, menganalisis pengaruh hormon terhadap hasil produksi, serta menghitung kelayakan usahatani. Penelitian dilaksanakan di Desa Matesih, Karanganyar, selama 3 bulan dengan dua perlakuan, yaitu kontrol dan pemberian hormon GSA pada masing-masing 100 polybag tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan hormon GSA memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan kembang kol, ditunjukkan dengan bobot segar rata-rata 1.101 gram dan diameter bunga 13 cm yang lebih baik dibanding kontrol. Produksi total mencapai 142 kg dengan harga jual Rp14.000/kg, sehingga penerimaan usahatani sebesar Rp1.988.000 per musim tanam. Biaya produksi mencapai Rp1.260.880 sehingga keuntungan bersih sebesar Rp727.120. Analisis finansial menunjukkan nilai R/C ratio sebesar 1,57 yang berarti usahatani layak dilaksanakan, nilai B/C ratio sebesar 0,57 yang menunjukkan usaha memberikan manfaat, dan BEP (Break Even Point) baik pada produk, harga, maupun penerimaan menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh sudah melebihi titik impas. Pemasaran produk melalui media sosial, dan pengepul Desa Matesih. Kesimpulan dari kegiatan tugas akhir ini adalah bahwa budidaya kembang kol dengan hormon organik GSA lebih menguntungkan dibandingkan kontrol, terbukti dari hasil panen dan analisis kelayakan usaha yang positif. Dengan demikian, penerapan hormon organik GSA dapat menjadi alternatif yang efektif dan ramah lingkungan dalam meningkatkan produktivitas dan keuntungan usahatani kembang kol.