Bawang putih (Allium sativum) merupakan komoditas hortikultura dengan permintaan tinggi, namun tidak diimbangi oleh peningkatan produktivitas. BPS (2022) mencatat hasil produksi bawang putih di Indonesia tahun 2020 sebanyak 81.805 ton namun pada tahun 2021 menurun drastis menjadi 44.647 ton. Penurunan hasil produksi tersebut tidak terlepas dari faktor Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), contohnya yaitu nematoda dan Fusarium sp. Asosiasi nematoda dan F. oxysporum berpotensi meningkatkan intensitas busuk umbi hingga 98% (Arifin et al. 2021). Pengendalian Fusarium sp. dan nematoda salah satunya dengan memanfaatkan agens hayati seperti Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. yang dapat menekan keparahan dan kejadian penyakit akibat F. oxysporum (Ramadhina et al. 2013). Aplikasi agen hayati tersebut dapat dikombinasikan dengan pupuk organik seperti kompos dan biochar. Menurut Prabowo et al. (2020), penambahan bahan organik mampu menekan intensitas penyakit busuk pangkal akibat F. oxysporum. Ketersediaan bahan organik di lahan pertanaman juga akan meningkatkan populasi agens hayati karena berperan sebagai media tumbuh. 
Penelitian dilaksanakan di Kebun Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (KBTPH) Tawangmangu dengan ketinggian lahan sekitar 1100 mdpl dan jenis tanah andosol. Suhu lingkungan saat pengamatan berkisar antara 22–25oC. Penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan yaitu pada Juni–Oktober 2021. Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 15 perlakuan dan 3 ulangan. Variabel yang diamati meliputi intensitas layu daun, insidensi penyakit, intensitas busuk umbi, Luas Bawah Kurva Perkembangan Penyakit (LBKPP), populasi nematoda, dan berat umbi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (anova). Apabila berbeda nyata, dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf kesalahan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan pupuk organik secara tunggal maupun kombinasi memberikan pengaruh nyata dalam menurunkan intensitas layu daun dan populasi nematoda parasit jika dibandingkan dengan kontrol. Aplikasi Trichoderma sp. secara tunggal menurunkan intensitas layu daun sebesar 35,60?n populasi nematoda sebesar 36,44%. Gliocladium sp. memberikan efektivitas pengendalian layu daun sebesar 25,89?n nematoda sebesar 25,01% dibandingkan kontrol. Aplikasi pupuk organik secara tunggal memiliki efektivitas rendah terhadap layu daun, hanya 12,92% (kompos) dan 10,34% (biochar) serta efektivitas pengendalian nematoda 9,11% (kompos) dan 8,56% (biochar). Kombinasi agens hayati dan pupuk organik memberikan efektivitas paling baik dibandingkan aplikasi tunggal. Trichoderma sp. yang dikombinasikan dengan kompos dan biochar memiliki efektivitas tertinggi dalam mengendalikan layu daun yaitu sebesar 39,52% sedangkan Trichokompos paling baik dalam menurunkan populasi nematoda dengan efektivitas 41,21%.