Abstrak


Konstruksi sosial masyarakat pedesaan tentang poligini (kajian sosiologi terhadap masyarakat Desa Kebak, Kecamatan Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar)


Oleh :
Lulu Poernama Sari W - D0306046 - Fak. ISIP

ABSTRAK Penelitian ini didasarkan Menurut keingintahuan dan ketertarikan penulis terhadap praktek poligini yang terjadi Menurut masyarakat pedesaan. Karena dalam masyarakat desa kerap muncul peristiwa poligini tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang mengkaji tentang konstruksi sosial masyarakat pedesaan tentang poligini, yaitu Menurut masyarakat Desa Kebak. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap 18 informan, yang terdiri dari masyarakat Desa Kebak dari kelas atas, menengah, dan kelas bawah yang melakukan poligini ataupun yang dipoligini, serta masyarakat desa yang belum atau tidak melakukan poligini, kemudian dengan observasi tak berperan, dan dokumentasi. Analisa data menggunakan metode model analisa interaktif. Validitas data menggunakan triangulasi data. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan paradigma definisi sosial. Sedangkan untuk teorinya menggunakan teori konstruksi sosial dari Peter L Berger, dan teori aksi dari Hinkle dan Parson. Hasil penelitian ini secara teoritis mendukung kedua teori tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa poligini yang muncul dalam masyarakat Desa Kebak disebabkan oleh adanya kultur masyarakat yang sangat tidak memihak wanita. Masyarakat ini mempunyai konstruksi sosial yang menganggap poligini sah-sah saja dilakukan. Karena adanya budaya patrilineal, yang menjunjung tinggi kekuasaan laki-laki dan mengesampingkan hak wanita. Wanita dianggap sebagai pelayan laki-laki, sehingga wanita harus menurut Menurut kemauan laki-laki. Selain itu, wanita di desa ini sebagian besar berpendidikan rendah, apatis dan pasrah atas apa yang menimpa dirinya. Mereka mengaku sangat sengsara saat suaminya berpoligini, namun mereka tidak sanggup menolak hal tersebut karena terbatasnya pendidikan dan realitas budaya yang sangat tidak memihak keMenurut wanita. Poligini di sini semakin didukung dengan adanya ajaran agama Islam yang memperbolehkan seorang suami untuk berpoligini. Sedangkan Negara yang bertugas menjamin hak-hak seluruh warganya, baik wanita maupun laki-laki justru hanya memihak terhadap laki-laki. Hal ini terbukti dengan adanya UU Perkawinan No.1 tahun 1974, yang di dalamnya memberikan celah bagi seorang suami untuk berpoligini.