Abstrak
Stakeholders perception of local government owned heritage tourist site valuation: an evidence of Sapta Tirta Pablengan in Karanganyar
Oleh :
Sholikhah Retno Utami - S4307096 - Fak. Ekonomi dan Bisnis
Abstrak
Penelitian ini mengeksplorasi persepsi stakeholder dalam menilai satu
tempat wisata bersejarah milik pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar yaitu
Sapta Tirta Pablengan. Stakeholder yang dimaksud disini adalah stakeholder
dalam industri pariwisata yang peduli dengan tempat wisata tersebut. Delapan
belas responden yang dianggap mewakili stakeholder tersebut dipilih sebagai
sample penelitian ini. Mereka diwawancarai secara mendalam. Analisa data
secara induktif yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan para
stakeholder meyakini bahwa tempat wisata bersejarah tersebut seharusnya dinilai
yaitu seberapa besar nilai jualnya sebagai suatu tempat wisata.
Definisi nilai jual sebagai tempat wisata yang dimaksudkan disini
ditentukan yang pertama oleh pengembangan dan pembangunan termasuk biaya
yang dibutuhkan untuk pemeliharaan, rehab fisik, dan promosi, yang secara
keseluruhan tercakup dalam biaya pengeluaran untuk menjaga kelestarian tempat
wisata tersebut. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, biaya pemeliharaan yang
tercakup dalam biaya pegeluaran itu seharusnya disajikan sebagai salah satu
unsur dalam laporan yang tertuang di catatan atas laporan keuangan dari entitas
yang bertanggungjawab atas tempat wisata tersebut. Satu hal penting lainnya
yang termasuk penentu nilai jual suatu tempat wisata adalah ketertarikan
wisatawan. Istilah ini mengisyaratkan penggunaan metode travel cost dan
contingent valuation untuk menilai suatu aset tempat wisata bersejarah. Metode
penilaian ini memang mampu mencakup nilai total suatu aset wisata bersejarah
yang sangat diperlukan oleh para pemegang kebijakan dan juga penting bagi
kebijakan pengelolaannya. Dalam hal ini, pemerintah secara khusus sangat
membutuhkannya untuk penjagaan dan pelestarian aset wisata bersejarah.
Penemuan dalam penelitian ini diharapkan berimplikasi bagi pengelola
pemerintahan untuk memutuskan metode penilaian yang relevan bagi aset wisata
bersejarah yang diperlukan untuk pengungkapan jenis aset ini di dalam catatan
atas laporan keuangannya. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi para
stakeholder agar mereka perhatian terhadap pelestarian tempat wisata
bersejarah. Bagi para pembuat peraturan pemerintahan juga diharapkan menjadi
tergerak untuk menyusun pedoman yang sesuai terutama berkaitan dengan
kewajiban pengungkapan aset bersejarah di dalam catatan atas laporan
keuangan pemerintah.
Abstract
This research explores stakeholders’ perceptions on valuing a local government
owned heritage tourist site as evidenced by Sapta Tirta Pablengan in Karanganyar,
Indonesia. The stakeholder is stakeholders of tourism industry caring for the site.
Eighteen representatives of stakeholders are chosen as samples of this research called as
respondents to be deeply interviewed. The inductive data analysis reveals that
stakeholders believe that the heritage tourist site should be valued in terms of its
marketable value as a tourist site.
This definition of a marketable value as a tourist site is firstly determined by both
physical recovery cost as a required development and improvement of the site, the
maintenance cost needed for this site to be much more marketable as a tourist site and
non physical of promotion and service improvement costs are termed as a matter of
expenditure to sustain the site in the accounting term. In line with the standard, prevision
of maintenance costs and major restoration as well as income and expenditure related to
their activity should be elaborated in the served information in notes to financial report of
the entity holding such heritage asset. Another significant determinant attached to value
of a heritage tourist site asset naming as tourist(s) interests. This last term implies of
making use of travel cost and contingent valuation methods for valuing a heritage tourist
site asset. Finally, since this valuation method is able to capture a total value meaning that
it is significant for decision makers and management decisions, in this case the
government particularly, for the purpose of its maintenance and preservation interests.
This finding is expected to have significant implications for local government’s
administrators considering the proposed relevant heritage asset valuation method for the
mandated disclosure purpose; stakeholders, both internal and external, to be aware of
heritage asset preservation; regulator body concerning with an improvement and
perfection of the accounting treatment used for heritage asset in SAP (Governmental
Accounting Standard), a more systematic and appropriate mandatory disclosure guide
arrangement of heritage asset in the notes to financial statement; the audit board of
Indonesia needs to encourage each local government for the need of disclosure
compliance of heritage asset aligns with SAP.