;

Abstrak


Implementasi Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat di Lembaga Kemanusiaan Indonesia Dana Kemanusiaan Dhu’afa ( LKI – DKD ) Magelang


Oleh :
Abdul Ghofur - S3409080 - Sekolah Pascasarjana

Abstrak Zakat merupakan kewajiban hukum bagi setiap orang Islam yang memiliki harta atau kekayaan sampai sebatas nishob (batas minimal harta kena wajib zakat). Sebagai salah satu sumber ekonomi pokok dalam ajaran Islam, zakat sangat potensial dan merupakan cermin dari ketaatan seorang muslim kepada ajaran agamanya, juga merupakan wujud filantropi muslim dalam rangka ikut mensejahterakan masyarakat yang kekurangan dan membutuhkan. Untuk itu diperlukan suatu sistem pengelolaan zakat yang transparan, profesional, amanah dan bertanggung jawab. Pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat beserta peraturan pelaksanaannya berupa Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003 dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama Nomor D-291 Tahun 2000. Dalam masa usia sepuluh tahun undang-undang tersebut, telah banyak lembaga pengelola zakat yang menjadikannya sebagai payung hukum maupun pedoman dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Salah satu lembaga pengelola zakat tersebut adalah Lembaga Kemanusiaan Indonesia Dana Kemanusiaan Dhu’afa ( LKI-DKD ) Magelang. LKI-DKD Magelang dalam operasionalnya telah berusaha mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 di wilayah Kota Magelang, namun dirasakan belum optimal. Hanya sekitar 10 % saja dana zakat yang berhasil dihimpun dari potensi zakat masyarakat Kota Magelang yang berjumlah sekitar Rp. 9 milyar. Kenyataan ini cukup memprihatinkan karena masih jauh dari yang diharapkan. Peneliti berusaha mencari faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa implementasi Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tersebut belum optimal dengan pendekatan sosiologis non doktrinal melalui analisis teori bekerjanya hukum Soerjono Soekanto. Dari faktor hukum, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tidak memiliki daya paksa/ ijbari kepada muzakki yang melalaikan kewajibannya membayar zakat. Dari faktor penegak hukum, hanya LKI-DKD Magelang yang beroperasi secara nyata, sedangkan Badan Amil Zakat Daerah yang merupakan lembaga bentukan pemerintah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Namun demikian LKI-DKD Magelang belum memiliki legalitas hukum yang kuat berupa pengukuhan dari pemerintah. Dari faktor sarana dan fasilitas, LKI-DKD Magelang telah memiliki gedung yang cukup representatif, namun masih kekurangan jumlah personil fundraising (penghimpunan dana) yang hanya berjumlah 2 orang. Dari faktor masyarakat, kesadaran hukum masyarakat Kota Magelang dalam hal zakat dinilai masih cukup rendah, dan dari faktor budaya, meskipun masyarakat muslim di Kota Magelang menempati jumlah terbanyak, namun belum mencerminkan budaya muslim yang taat pada hukum zakat. Zakat is a legal obligation for every Muslim who has property or wealth to the extent nishab (minimum limit of taxable property shall zakat). As one of the main economic source in the teachings of Islam, zakat is potential and is a reflection of adherence to the teachings of a Muslim, his religion, is also a manifestation of Muslim philanthropy in order to join the public welfare who lack and need. For that we need a transparant system of zakat management, professional, trustworthy and responsible. Zakat management regulated in Law Number 38 Year 1999 regarding Management of Zakat and its implementing regulations of the Ministry of Religious Affairs Decree No. 373 of 2003 and the decision of directorate general of Public Guidance Islamic Guidance Ministry of Hajj and Religious Affairs No. D-291 Year 2000. In the age of ten years of mass law, has many management institutions as an umbrella charity, wich makes laws and guidelines in carrying out its duties and obligations. One of those institutions were charity institutions Dhu’afa Humanitarian Fund for Humanity Indonesia (LKI-DKD) Magelang. LKI-DKD Magelang in operation have been trying to implement Law No. 38 Year 1999 in the Magelang city, but certainly not optimal. Only about 10 % only zakat funds that have been collected from public charity Magelang potential amounting to around Rp. 9 billion. This fact is quite alarming because it is stiil far from satisfactory. The researchers trying to find the factors that influence why, the implementation of Law Number 38 Year 1999 is not optimal with non-doctrinal approach to sociological theory through the analysis of the legal workings Soerjono Soekanto. From the legal factors, caused by Act No. 38 Year 1999 does not have forcibly days/ ijbari muzakki who neglect their obligations to pay zakat. From law enforcement factors, only the LKI-DKD operates Magelang significantly, while the Regional Board of Zakat, which is formed by government agencies not working properly. Thus LKI-DKD Magelang not have a strong legal legality of the inauguration of the government. From infrastructure and facility factors, LKI-DKD have enough building representative, but still lacks the number of personnel fundraising, which only amounted to 2 people. Of the factors of society, community legal awareness Magelang assessed in terms of charity is still quite low, and from cultural factors, although the Muslim community in Magelang district occupies the greatest number, but did not reflect the culture of Muslims who obey the law of zakat.