Abstrak


Bedhaya Ketawang (Studi Nilai Filosofis Tari Bedhaya Ketawang)


Oleh :
Siska Ratna Sari - X4406023 - Fak. KIP

Tujuan penlitian ini adalah untuk mengetahui (1) Latar Belakang Tari Bedhaya Ketawang menjadi tarian suguhan yang sakral, (2) Nilai - nilai yang Terkandung dalam Tari Bedhaya Ketawang, (3) Pergeseran Tari Bedhaya Ketawang dimasa sekarang. Sejalan dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian etnografi. Metode penelitian etnografi adalah usaha untuk mencari data dengan wawancara berkali-kali dengan beberapa informasi kunci. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah interaktive model of analysis yang terdiri dari tiga komponen terlibat dalam proses dan saling berinteraksi antara komponen dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Tiga komponen yang saling berhubungan tetsebut adalah reduksi data, sajian data (data display) dan kesimpulan (conclusion drawing). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Sejarah Tari Bedhaya Ketawang diciptakan pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613- 1645) oleh Sultan Agung. Tari Bedhaya Ketawang termasuk tari klasik Jawa. Tari Bedhaya Ketawang berasal dari kata bedhaya berarti penari wanita di istana. Sedangkan ketawang berasal dari kata yang berarti langit, identik dengan mendhung atau awan tempatnya di atas, sesuatu yang di atas dinamakan tinggi makna simbolisnya yaitu luhur. Tari Bedhaya Ketawang menjadi tari suguhan yang sakral, sakral berarti suci yang menyangkut Ketuhanan, penari Bedhaya Ketawang harus masih perawan dan keadaan suci, dikatakan sakral karena Tari Bedhaya Ketawang disucikan, merupakan tari magis-religius, dipagelarkan sewaktu jumenengan dan hanya boleh ditarikan di dalam keraton. Sakral memiliki simbol bahwa segala sesuatu yang menyangkut dengan Tuhan harus dalam kadaan yang suci serta segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak Tuhan Yang Maha Esa. (2) Makna Tari Bedhaya Ketawang termasuk jenis tari Jawa Klasik. Tarian tersebut ditarikan di dalam Keraton Kasunanan Surakarta. Tari Bedhaya Ketawang menggambarkan pertemuan antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul dalam Tari Bedhaya Ketawang melakukan cinta kasih. Jumlah sembilan penari Bedhaya Ketawang adalah simbol makrokosmos (jagad raya) yang ditandai dengan sembilan arah mata angin dan mikrokosmos merupakan simbol alam semesta dengan segala isinya. Tari Bedhaya Ketawang secara keseluruhan memiliki nilai filosofis yang berkesadaran tinggi mengenai asas dasar filsafah hidup, sehingga mencerminkan kemampuan menciptakan pemahaman sangkan paraning dumadi serta manunggaling kawula Gusti dan sebagai simbol kesuburan yaitu menyatunya Lingga-Yoni. (3) Tari Bedhaya Ketawang sejak masa pemerintahan Paku Buwana X sampai sekarang telah mengalami pergeseran, yakni peserta upacara, ketentuan para penarinya, dan lama pementasan Bedhaya Ketawang. Pergeseran makna dari Tari Bedhaya Ketawang meliputi pergeseran makna kebesaran, pergeseran makna kekhusukan dan pergeseran makna ritual.