Abstrak


Pola Putusan Pengadilan Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai Upaya Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif Modus Operandi Korupsi Mark Up Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Indonesia


Oleh :
Zuhri Sayfudin - E0007251 - Fak. Hukum

Pada hakikatnya penelitian ini hendak menggali dan mengkaji secara detail akan efektivitas dari Pengadilan Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk pemberantasan korupsi di daerah. Kerugiaan keuangan daerah disebabkan dengan adanya modus operandi dengan cara mark up penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tindak pidana korupsi tersebut dilakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan pejabat daerah dengan memanfaatkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD untuk kepentingan pribadi dan/ atau golongan tertentu.Permasalahan utama pada penelitian ini adalah sulitnya menerapkan aturan hukum guna menjerat para koruptor yang telah merugikan keuangan daerah. Selain itu dalam penegakan hukumnya ada 2 (dua) instansi yang berperan dalam penyidikan dan penuntutan yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan. Hambatan timbul ketika tidak ada koordinasi yang baik.Pada penelitian ini, Penulis menggunakan jenis penelitian normatif yaitu dengan mengkaji aturan hukum di Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) guna menjerat para pelaku korupsi di daerah. Sifat penelitian ini adalah preskriptif dengan menggunakan teori-teori hukum dalam memperkuat paradigma dan argumentasi agar tujuan hukum yang hendak dijalankan dari Pengadilan Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi dapat memberikan kepastian hukum. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan mengakaji Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai delik hukum yang dapat digunakan untuk menetapkan kesalahan para pelaku koruptor di daerah.Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi konkrit terhadap upaya pemberantasan korupsi di daerah mengingat vonis terhadap para pelakunya terdapat 2 (dua) muara yaitu dari Peradilan Umum dengan penyidik dari kejaksaan dan Pengadilan Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan ujung tombak dari pemberantasan korupsi di daerah, jadi dalam upaya penyidikannya harus melakukan sinergisitas dan koordinasi dengan pihak kejaksaan agar tidak terjadi overlapping penegakan hukumnya