Abstrak


Peranan sanggar bima dalam upaya melestarikan kesenian tradisional wayang kulit


Oleh :
Wahyu Djoko Sulistyo - K4407044 - Fak. KIP

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan : (1) Sejarah berdirinya Sanggar Bima di Karanganyar, (2) Proses pendidikan yang berlangsung di Padepokan Sanggar Bima di Karanganyar, (3) Peranan Padepokan Sanggar Bima di Karanganyar dalam mengembangkan seni tradisional wayang kulit. Bentuk penelitian ini deskriptif kualitatif, yaitu suatu cara dalam meneliti suatu peristiwa pada masa sekarang dengan menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang tertentu atau perilaku yang dapat diamati dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Sampel yang digunakan bersifat purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumen. Dalam penelitian ini, untuk mencari validitas data digunakan dua teknik trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif, yaitu proses analisis yang meliputi tiga komponen : reduksi data, penyajian data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Berdasrkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan : (1) Sanggar Bima berdiri pada tahun 1987 ketika Ki Manteb Sudharsono menggelar pementasan wayang kulit seri Banjaran Bima setiap bulan selama satu tahun. Kondisi kesenian tradisional wayang kulit pada saat itu mulai ditinggalkan oleh kalangan muda dan masyarakat pada umumnya serta kurangnya jumlah dalang yang mampu untuk menjadi dalang yang sesungguhnya menjadi latar belakang untuk mendirikan sanggar Bima. Atas dasar kondisi tersebut dan didorong keinginan ki Manteb untuk menularkan ilmunya kepada orang lain sehingga melahirkan Sanggar Bima sebagai tempat belajar seni dan pedalangan. (2). Proses pendidikan seni budaya yang berlangsung di Sanggar Bima menganut sisitem tradisional atau yang dikenal dengan sisitem nyantrik di mana siswa tersebut menjadi bagian keluarga dari sang dalang. Mengikuti setiap Ki Manteb pentas, mengamati dan melaksanakan apa yang dilakukan sang dalang saat pentas. Selama proses pendidikan tidak dipungut biaya namun segala pekerjaan yang terdapat di Sanggar Bima menjadi tamggung jawab para cantrik. (3). Peranan sanggar Bima dalam upaya melestarikan kesenian tradisional wayang kulit dapat dilihat dari kegiatan yang dilaksanakanya, yaitu pendidikan dalang(nyantrik) yang menganut sistem tradisional untuk mencetak seorang dalang yang mumpuni, latihan kerawitan untuk gending-gending pengiring pementasan wayang kulit, seni kriya tatah sungging wayang untuk produksi koleksi wayang , sarasehan dalang untuk memecahkan permasalahan yang terjadi dalam perkembangan wayang kulit dan pementasan wayang kulit yang dilaksanakan secara rutin setiap satu bulan sekali. Semua kegiatan di atas merupakan upaya dari Sanggar Bima dalam perananya melestarikan wayang kulit.