Abstrak


Kedudukan Kreditor Pemegang Hak Jaminan Kebendaan dalam Kepailitan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


Oleh :
Farit Masyhudi - E0006125 -

Tujuan dari penulisan hukum ini ialah untuk mengetahui kedudukan kreditor pemegang hak jaminan kebendaan (separatis) dalam kepailitan berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta mengetahui eksekusi yang dilakukan oleh kreditor pemegang hak jaminan kebendaan terkait dengan adanya masa penangguhan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat perskriptif dan terapan. Penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi dokumen atau bahan pustaka. Analisis bahan hukum dengan menggunakan metode penalaran deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan kreditor pemegang hak jaminan kebendaan (separatis) yaitu pemegang gadai, hipotek, fidusia, dan hak tanggungan, dalam kepailitan terjamin dan kuat berdasarkan Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan harus didahulukan dalam pelunasan piutangnya. Pembagian boedel pailit kepada para kreditor tersebut dalam kepailitan berdasarkan tiga (3) prinsip, yaitu Prinsip Paritas Creditorum, Prinsip Pari Passu Prorata Parte, dan Prinsip Structured Creditors. Urutan kreditor di dalam kepailitan yaitu dari kreditor separatis, kreditor preferen, dan kreditor konkuren. Tetapi aturan Pasal 55 ayat (1) tidak konsisten dengan ketentuan Pasal 56 ayat (1) terkait dengan eksekusi yang dilakukan kreditor pemegang hak jaminan kebendaan (separatis) di mana harus menunggu masa penangguhan yaitu selama 90 hari. Dengan demikian tentunya akan menimbulkan risiko dan kurang menjamin hak-hak kreditor pemegang hak jaminan kebendaan, apabila debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, karena harus tunduk pada aturan penangguhan eksekusi.