Abstrak


Analisis Perkawinan Beda Agama Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Berdasarkan Hak Asasi Manusia dan Yurisprudensi di Indonesia


Oleh :
Prasetyo Tri Raharjo - E1106166 - Fak. Hukum

Penelitian Hukum ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan perkawinan beda agama ditinjau dari ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan antara agama Islam dan agama Katolik berdasarkan Hak Asasi Manusia dan Yurisprudensi serta akibat dari perkawinan beda agama didalam hukum dan agama di Indonesia. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : jenis penelitian normatif, sifat penelitian preskriptif, pendekatan studi kasus, metode penelitian kualitatif, teknik analisis data dengan metode deduksi, pengumpulan bahan hukum dengan studi pustaka dan bahan hukum sekunder (buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, karya ilmiah, makalah, dan majalah), bahan hukum tersier (kamus dan internet), dan sumber penelitian hukum dari bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim serta bahan hukum sekunder yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan, yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak secara tegas mengatur tentang perkawinan antar agama namun Mahkamah Agung sudah pernah memberikan putusan tentang perkawinan antar agama pada tanggal 20 Januari 1989 Nomor: 1400 K/Pdt/1986. Dalam pertimbangan Mahkamah Agung adalah dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak memuat suatu ketentuan tentang perbedaan agama antara calon suami dan calon isteri merupakan larangan perkawinan Putusan Mahkamah Agung Regristasi Nomor 1400 K/Pdt/1986 dapat dijadikan sebagai yurisprudensi, sehingga dalam menyelesaikan perkara perkawinan antar agama dapat menggunakan putusan tersebut sebagai salah satu dari sumber-sumber hukum yang berlaku di Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “ Segala Warga Negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya”. Hal ini mempunyai arti bahwa setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum, termasuk dalam mempertahankan hak asasinya dalam mempertahankan agama/kepercayaanya Kata Kunci: Perkawinan, Hak Asasi Manusia, Yurisprudensi.