Abstrak


Analisis islamisasi di keraton Surakarta TAHUN 1788-1820 (pemikiran Paku Buwana IV tentang politik islam)


Oleh :
Siti Zulaihah - K4407040 - Fak. KIP

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Kehidupan keagamaan di Keraton Surakarta pada tahun 1788-1820, (2) Idealisme Paku Buwana IV dalam kehidupan keagamaan yang ada di Keraton Surakarta tahun 1788-1820, (3) Dampak idealisme Paku Buwana IV di dalam pemerintahan Keraton Surakarta tahun 1788-1820. Penelitian ini menggunakan metode historis. Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode historis meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber data yang digunakan oleh penulis terutama adalah sumber primer dan sumber sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis historis yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dalam menginterpretasikan fakta sejarah. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: (1) Kasunanan Surakarta merupakan sebuah kerajaan yang bercirikan keislaman, terlihat dari adanya jabatan penghulu dan abdi dalem ngulama dalam birokrasi kerajaan, berlakunya peradilan surambi yang didasarkan pada hukum dan ajaran Islam, penggunaan gelar sayidin panatagama (artinya Pemimpin dan sekaligus sebagai Pengatur Urusan Agama) oleh sunan, dan berdirinya Masjid Agung di lingkungan keraton. Keraton menjadi pusat pengkajian ilmu agama Islam, oleh sebab itu raja meraih dukungan moral para ulama sebagai wujud hidup berdampingan. Islam yang diamut bercorak mistik atau sinkretik. Hal ini merupakan konsekuensi dari masih bertahannya tradisi agama terdahulu (Hindu-Budha), serta usaha untuk menghindari terjadinya gesekan antara dua tradisi (Hindu-Jawa) dengan terciptanya budaya kearifan lokal. (2) Raja dianggap sebagai pusat dari kekuatan alam (kosmos). Raja adalah wakil Tuhan (Kinarya Wakil Hyang Agung atau Sabda Pandeta Ratu), tidak boleh ditentang (absolut) , dibangkang apalagi diberontak. Idealisme tentang adanya tuntutan kepatuhan inilah yang diusung Paku Buwana IV untuk mencapai tingkat kekuasaan yang lebih tinggi dan berwibawa di banding dengan raja di sekitarnya (Kasultanan dan Mangkunegaran) serta VOC dan para abdi dalem. Sifat raja menguasai, memegang teguh syarat agama, dan melaksanakan syariat. Raja adalah sebagai pemimpin umat, itulah sebabnya ia disebut sebagai Khalifatullah. (3) Akibat dari idealisme Paku Buwana IV yang meletakkan dasar agama Islam dan menempatkan para kyai ke dalam posisi sentral birokrasinya, maka Belanda melakukan pengepungan terhadap keraton Surakarta. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1790 disebut dengan peristiwa Pakepung. Keraton Surakarta dikepung oleh tentara gabungan yang terdiri atas tentara Kasultanan Yogyakarta, Mangkunegaran dan Belanda karena pengaruh dan kekuasaan para ulama yang besar dalam sistem pemerintahan keraton Surakarta yang diusung Paku Buwana IV pada tahun 1788-1820.