Abstrak


Telaah Strategi Penggabungan Perkara Dalam Dakwaan Penuntut Umum Terhadap Penanganan Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Penghormatan Hak Asasi Manusia Terdakwa(Studi Kasus Nomor Perkara Pds-06/Prejo/09/2009, Pds- 01/Prejo/01/2010 Dan Pds-02/Prejo/02/2


Oleh :
Sylvi Ayu Briliana - E1107077 - Fak. Hukum

Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum Penuntut Umum menyusun penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan atas nama Budi Santoso pada perkara nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS- 01/PREJO/01/2010 dan PDS- 02/PREJO/02/2010 dan manfaat yang diperoleh atas penggabungan perkara korupsi pada perkara nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 dan PDS-02/PREJO/02/2010 dalam perspektif hak asasi manusia terdakwa. Penulisan hukum ini merupakan penulisan hukum normatif yang bersifat preskriptif, menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Penulisan ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode dalam pengumpulan bahan hukum tersebut adalah studi kepustakaan. Bahan hukum yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan pendekatan kasus (case approach). Berdasarkan hasil penelitian yang dituangkan dalam pembahasan ditarik kesimpulan, bahwa dasar hukum penuntut umum menyusun penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan atas nama Budi Santoso pada perkara nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010, dan PDS-02/PREJO/02/2010 adalah Pasal 141 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Melihat dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, maka menghubungkannya dengan Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), karena tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa kesemuanya adalah tindak pidana yang mempunyai ancaman hukuman pokok sejenis. Mencermati ketentuan KUHAP yang dihubungkan dengan kasus korupsi oleh terdakwa Budi Santoso terdapat suatu sinkronisasi antara kewenangan Jaksa Penuntut Umum dengan hak asasi terdakwa. Maka dari itu, dalam penggabungan ini dihubungkan dengan penjelasan umum, Pasal 1 ayat (6), dan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia (HAM). Bahwa manfaat yang diperoleh atas penggabungan tersebut salah satunya adalah mampu menghormati hak asasi manusia terdakwa. Selain itu, melalui penggabungan perkara ini juga akan bermanfaat bagi aparat penegak hukum (Hakim dan Penuntut Umum) yang bermanfaat dari segi efisiensi waktu dan berpengaruh dalam proses kinerja bagi masing-masing pihak.