Abstrak
Kajian Kedudukan dan Nilai Pembuktian Saksi Mahkota sebagai Alat Bukti dalam Pembuktian Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus No.Reg.Perk : Pds-01/Skrta/Ft.1/03/2010 Berkait Korupsi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta)
Oleh :
Septian Tri Yuwono - E1106047 - Fak. Hukum
Penulisan penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum
menurut jaksa penuntut umum digunakannya saksi mahkota serta kedudukan dan
nilai pembuktian saksi mahkota dalam pandangan hakim sebagai alat bukti dalam
kasus perkara No. Reg. Perk : PDS-01/SKRTA/Ft.1/03/2010. Pengertian saksi
mahkota dalam putusan Mahkamah Agung RI No.1986 K/Pid/1989 adalah teman
terdakwa yang dilakukan secara bersama-sama yang diajukan sebagai saksi untuk
membuktikan dakwaan penuntut umum dalam hal ini perkaranya dipisah
dikarenakan kurangnya alat bukti. Tetapi dalam perkembangannya di dalam
Putusan Mahkamah Agung RI No. 1174/K/Pid/1994 tanggal 3 Mei 1995, Putusan
Mahkamah Agung RI No. 1590/K/Pid/1995 tanggal 3 Mei 1995 dan Putusan
Mahkamah Agung RI No. 1592/K/Pid/1995 tanggal 3 Mei 1995 tidak
membenarkan adanya penggunaan saksi mahkota. Menurut putusan ini saksi
mahkota juga pelaku yang diajukan sebagai terdakwa dalam dakwaan yang
terpisah sehingga hal ini dianggap sebagai pelanggaran hak asasi terdakwa. Pada
kenyataannya dalam praktek peradilan di Indonesia masih sering digunakannya
saksi mahkota dalam mengatasi masalah kurangnya alat bukti saksi.
P e n ulisa n H u k um ini te rm a su k da lam je nis p en e litia n h u k um em p iris
a ta u non doctrinal ya itu pe n e litia n ya n g d ilak u ka n se c a ra la n gsu n g de n ga n
m em ba n din gk a n h u k um da lam ha l te o ritis de n ga n m e n gam a ti p e rila k u ya n g
te rjadi d ida lam m a sya rak a t. Penulisan hukum ini bersifat deskriptif dengan
pendekatan kualitatif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu bahwa selain dari Putusan
Mahkamah Agung RI tidak ada dasar hukum mengenai saksi mahkota danpenggunaan saksi mahkota dalam perkara No.Reg.Perk : PDS-
01/SKRTA/Ft.1/03/2010 berkait korupsi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
dibenarkan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu yaitu terdapat kekurangan alat
bukti, dalam perkara delik penyertaan (Deelneming), diperiksa dengan mekanisme
pemisahan (Splitsing). Saksi mahkota dalam kasus ini berkedudukan murni
sebagai saksi karena memenuhi syarat sebagai saksi sesuai Pasal 1 angka 26
KUHAP maka sah untuk dapat diperiksa sebagai saksi, sehingga majelis hakim
akan menerima dan mengakui kesaksian dari saksi mahkota ini dan akan digunakan
sebagai pertimbangkan dalam menyusun putusan.