;

Abstrak


Evaluasi kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (studi kasus sebelum dan sesudah otonomi daerah)


Oleh :
Emanuel Be Haukilo - S4209115 - Sekolah Pascasarjana

Sejak 1 januari tahun 2001 awal diberlakukannya kebijakan Otonomi daerah. pemberian otonomi yang luas membuka jalan bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembaharuan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Untuk itu setiap daerah dituntut agar mampu membiayai daerahnya sendiri melalui sumber-sumber keuangan yang dimilikinya. Kemampuan daerah dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah yang dimilikinya sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat menentukan keberhasilan kebijakan otonomi daerah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kinerja keuangan daerah pada sebelum dan sesudah kebijakan otonomi daerah di berlakukan di Kabupaten Timor Tengah Utara yakni dari aspek derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah), kebutuhan fiskal daerah, kapasitas fiskal daerah dan upaya fiskal daerah. Teknik Analisis data yang di gunakan adalah analisis deskriptif dengan mendeskripsikan dan menjelaskan data yang telah terkumpul secara deskriptif yakni satus /level variabel-variabel yang diamati dalam bentuk rasio/persentase, tabel, grafik ataupun diagram. Analisis varibel meliputi derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah), kebutuhan fiskal, kapasitas fiskal, dan upaya fiskal. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa di Kabupaten Timor Tengah utara : Derajat Desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah) yang ditinjau dari persentase Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah dengan rata-rata persentase 3,40 % sebelum otnomi daerah dan 3,14 % sesudah otonomi daerah. Persentase Bagi hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) menunjukkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah lebih tinggi denga rata-rata persentase sebesar 10,07 % dari pada sesudah otonomi daerah yakni dengan rata-rata persentase sebesar 5,65 %. Persentase Sumbangan daerah (SB) terhadap Total penerimaan daerah (TPD) derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian dearah) pada masa sebelum otonomi daerah lebih tinggi dengan rata-rata persentase sebesar 76,63 % di bandingan setelah otonomi daerah diberlakukan yakni rata-rata persentase sebesar 70,80. Kebutuhan fiskal sebelum otonomi daerah lebih rendah dengan rata-rata persentase sebesar 4,16 % dari pada sesudah otonomi daerah diberlakukan dengan rata-rata persentase sebesar 4,69 %. Kapasitas fiskal sebelum kebijakan otonomi daerah lebih rendah dengan rata-rata persentase sebesar 3,59 % dari pada sesudah kebijakan otonomi daerah diberlakukan dengan rata-rata persentase sebesar 4,51 %. Dan upaya fiskal pada masa setelah kebijakan otonomi daerah diberlakukan lebih baik dengan rata-rata persentase elastisitasnya sebesar 2,11 % dari pada sebelum otonomi daerah dengan rata-rata persentase elastisitasnya sebesar 0,81 %. Key word : Otonomi daerah, Derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah), Kebutuhan fiskal, Kapasitas fiskal, Upaya fiskal.