Abstrak


Kesetaraan Gender Pegawai Koperasi Unit Desa (Studi Kasus Pembagian Peran Dan Tugas Antara Pegawai Laki-Laki dan Perempuan Koperasi Unit Desa Kebakkramat, Karanganyar)


Oleh :
Apridika Candra Sikmawaty - X8406004 - Fak. KIP

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembagian peran dan tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan di KUD Kebakkramat. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan studi kasus tunggal terpancang. Sumber data didapat dari informan, dan aktivitas, dokumen dan arsip, serta studi pustaka. Teknik cuplikan menggunakan purposive dan snowball. Pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Untuk mencari validitas data menggunakan trianggulasi data dan metode. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa di KUD Kebakkramat belum menunjukkan adanya kesetaraan gender antara pegawai lakilaki dan perempuan dalam pembagian peran dan tugas, hal ini dapat dilihat dari : (1) Adanya anggapan bahwa perempuan itu lemah lembut, emosional, irasional, sabar dan teliti maka perempuan ditempatkan pada bidang administratif, karena perempuan dianggap tidak penting dalam pengambilan keputusan. Sedangkan laki-laki menempati posisi atas seperti ketua dan manajer maka konsekuensinya laki-laki sebagai pengambil keputusan. (2) Adanya beban kerja ganda pada pegawai perempuan, selain bekerja pada dunia domestik pegawai perempuan juga bekerja pada dunia publik. Pada dunia publik ini pegawai perempuan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaannya, karena selain mereka bekerja pada bidangnya masing-masing, juga merangkap pada bidang lainnya. (3) Beban kerja yang ditanggung pegawai perempuan lebih banyak, selain merangkap pada bidang lain pegawai perempuan sering melaksanakan lembur pada akhir bulan dibanding pegawai laki-laki, hal ini menyebabkan hak pegawai perempuan tidak terpenuhi dengan baik. Contohnya dalam mengikuti pelatihan, pegawai perempuan enggan mengikuti pelatihan dikarenakan pekerjaan yang ditinggalkan tidak ada yang mengganti, sehingga hak untuk memperoleh cuti saat hamil, melahirkan dan menyusui juga terbatas karena pegawai perempuan tidak ingin berlama-lama di rumah takut pekerjaannya menumpuk dan kerepotan sendiri.