Abstrak


Kajian Teoritik Argumentasi Hukum Pembatasan Penggunaan Alat Bukti Petunjuk Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Di Persidangan Terkait Perlindungan Hak Asasi Manusia Terdakwa Dan Urgensi Rekonseptualisasi Pengaturannya Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara P


Oleh :
Souki Aditya Pratama Kesdu - E1107076 - Fak. Hukum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah argumentasi hukum pembatasan penggunaan alat bukti petunjuk dalam pemeriksaan perkara pidana di persidangan terkait perlindungan Hak Asasi Manusia terdakwa dan apakah urgensi rekonseptualisasi pengaturan alat bukti petunjuk dalam KUHAP yang akan datang. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum doktrinal atau normatif. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer, data sekunder dan data tersier. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu studi kepustakaan baik berupa putusan, buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan dokumen-dokumen. Analisis data menggunakan analisis data deduktif. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa Menjelaskan bahwa alat bukti petunjuk mempunyai hubungan argumentatif dengan hak asasi manusia terdakwa dan bersifat berbanding terbalik, ketika alat bukti petunjuk dilebarkan akan menyebabkan hak terdakwa dilanggar dan apabila alat bukti petunjuk dipersempit akan menimbulkan perluasan hak asasi terdakwa dan mengakibatkan putusan majelis hakim yang mengguntungkan terdakwa dan suatu keadilan tidak tercapai. Namun ketika alat bukti petunjuk diperluas akan mengakibatkan dipersempitnya hak asasi terdakwa. Sehingga penulis merasa adanya keseimbangan dalam penggunaan alat bukti petunjuk dengan pelaksaan hak terdakwa. Serta Alat bukti pengamatan hakim dianggap memiliki potensi yang cukup besar untuk membawa perubahan hukum melalui penafsiran dan penemuan hukum. Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit. Hakim tidak dipandang lagi sebagai corong undang -undang, hakim hanyalah pelaksana undang-undang. Namun dalam perkembangannya hakim memiliki keleluasaan untuk menafsirkan undang-undang.