Abstrak
Kajian Teoritik Status Hukum Tersangka Yang Diterbitkan Deponering Oleh Jaksa Agung Republik Indonesia Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Kuhap) Dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Ruu Kuhap)
Oleh :
Pramana Galih Saputra - E0007039 - Fak. Hukum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seorang tersangka masih berstatus sebagai orang yang bersalah atau justru berstatus sebagai orang yang bebas dalam konsepsi deponering menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat perskriptif, untuk menemukan kebenaran mengenai status hukum tersangka yang diterbitkan deponering oleh Jaksa Agung Republik Indonesia dalam perspektif KUHAP dan RUU KUHAP. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan/studi dokumen. Teknik analisis data yang dilaksanakan menggunakan logika deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa terhadap status tersangka yang perkaranya diterbitkan deponering dalam perspektif KUHAP dan RUU KUHAP, terdapat 2 (dua) pandangan hukum yang saling berseberangan yaitu: status hukum tersangka hilang dan status hukum tersangka masih melekat. Konsepsi penghentian penuntutan dan deponering yang diatur di dalam Pasal 77 KUHAP yang mengatur tentang penghentian penuntutan yang tidak termasuk dengan penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang merupakan wewenang Jaksa Agung. Ketentuan dalam KUHAP tersebut sangat berbeda dengan konsepsi deponering dalam Pasal 42 ayat (2) RUU KUHAP, yang berbunyi: ”Penuntut umum juga berwenang demi kepentingan umum dan/atau dengan alasan tertentu menghentikan penuntutan baik dengan syarat maupun tanpa syarat”. Kelebihan dari RUU KUHAP adalah semakin memperjelas mengenai pengaturan konsepsi deponering yang merupakan produk dari hukum acara pidana maka tidak dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena terdapat pengecualian di dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara. Sedangkan kelemahan dari RUU KUHAP adalah mengakibatkan kewenangan yang tumpang tindih antara Jaksa Agung dan Penuntut Umum yang bertentangan dengan Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa kewenangan menyampingkan perkara demi kepentingan umum adalah hanya di tangan Jaksa Agung, bukan untuk penuntut umum pada Kejaksaan Negeri maupun Kejaksaan Tinggi.