Abstrak


Pemberian auksin (2,4-d) dan sitokinin (bap) sebagai pemacu pembentukan kalus mabai (pongamia pinnata) secara in vitro


Oleh :
Martha Dwi Jayanti - H0708125 - Fak. Pertanian

Ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar fosil dapat menyebabkan pemanasan global. Oleh karena itu, perlu adanya bahan bakar alternatif seperti mabai untuk mengurangi dampak buruk dari penggunaan bahan bakar fosil tersebut. Mabai memiliki keunggulan tersendiri dalam hal penyediaan bahan baku biodisel karena mudah tumbuh dan tahan kekeringan, tidak menjadi kompetitor dengan minyak makan, proses ekstraksi minyaknya mudah, serta ramah lingkungan. Penyediaan bibit dalam jumlah banyak dan waktu singkat perlu dilakukan dengan menggunakan teknik in vitro dengan menambahkan 2,4-D dan BAP. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi 2,4-D dan BAP yang paling tepat dalam pembentukan kalus mabai pada kultur in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai November 2011 sampai Juli 2012, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor perlakuan dan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi 2,4-D dengan 4 taraf: 0.25, 0.5, 0.75, 1 ppm dan faktor kedua adalah konsentrasi BAP dengan 5 taraf: 0, 0.5, 1, 1.5, 2 ppm. Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F taraf 5%. Jika terdapat beda nyata, maka dilanjutkan dengan DMRT taraf 5%. Apabila terdapat data yang tidak dapat dihitung dengan statistik maka dianalisis secara deskriptif. Peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain: saat muncul kalus, tekstur kalus, warna kalus, saat muncul tunas, tinggi tunas, panjang akar, dan jumlah daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara 2,4-D dan BAP. Perlakuan 2,4-D 0,25 ppm dan BAP 0 ppm menginduksi kalus dengan waktu tercepat (10 HST). Empat perlakuan yang menghasilkan kalus memiliki tekstur kalus yang kompak. Perlakuan 2,4-D 0,75 ppm dengan BAP 1,5 ppm menghasilkan warna kalus hijau. Saat muncul tunas tercepat diperoleh dari perlakuan 2,4-D 0,25 ppm dan BAP 0 ppm. Perlakuan A3B4 memberikan hasil tinggi tunas terbaik (3,4 cm). Perlakuan 2,4-D 0,25 ppm dan BAP 1 ppm memberikan rerata panjang akar yang paling tinggi (4 cm). Perlakuan 2,4-D 0,25 ppm dan BAP 1 ppm menghasilkan daun dengan rerata jumlah tertinggi (3 daun).