Abstrak
Bentuk dan Fungsi Campur Kode Dan Alih Kode pada Rubrik “Ah...Tenane” Dalam Harian Solopos
Oleh :
Helmi Rian Fathurrohman - K1208026 - Fak. KIP
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk campur kode pada
rubrik “Ah...Tenane” harian Solopos; (2) mendeskripsikan bentuk alih kode pada
rubrik “Ah...Tenane” harian Solopos, dan (3) mengidentifikasi fungsi penggunaan
campur kode dan alih kode pada rubrik “Ah...Tenane” harian Solopos.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang mengkaji
fenomena kebahasaan dengan pendekatan sosiolinguistik. Sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah wacana pada rubrik “Ah...Tenane” harian Solopos edisi
Desember 2011 dan Januari 2012. Sumber data berasal dari dokumen dan informan.
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca catat dan wawancara. Validitas
data menggunakan triangulasi teori dan triangulasi sumber. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan analisis data interaktif dan metode padan.
Penelitian terhadap bentuk dan fungsi campur kode dan alih kode pada rubrik
“Ah...Tenane” harian Solopos, dapat disimpulkan sebagai berikut. Bentuk campur
kode pada rubrik “Ah...Tenane” harian Solopos yaitu berwujud (1) kata; (2) frasa; (3)
kata ulang (reduplikasi); serta (4) klausa. Bentuk campur kode yang paling dominan
adalah bentuk kata dikarenakan latar belakang pembaca yang bermacam-macam, baik
status sosial maupun pendidikan. Bentuk alih kode pada rubrik “Ah...Tenane” harian
Solopos adalah alih kode intern yang dibagi menjadi (1) alih kode intern antara ragam
bahasa Jawa Ngoko ke bahasa Jawa Krama; (2) alih kode intern antara ragam bahasa
Jawa Krama ke bahasa Jawa Ngoko; serta (3) alih kode intern antara bahasa
Indonesia ke bahasa Jawa. Bentuk alih kode yang paling dominan adalah alih kode
intern antara bahasa Indonesia ke bahasa Jawa dikarenakan latar belakang budaya dan
kebahasaan pembaca. Fungsi pemakaian bentuk campur kode dan alih kode pada
rubrik “Ah...Tenane” harian Solopos (1) untuk menegaskan suatu hal atau untuk
meyakinkan; (2) untuk mengakrabkan atau menyantaikan pembicaraan karena
perubahan persepsi; (3) untuk menghormati mitra tutur; (4) untuk meningkatkan
gengsi; (5) untuk menyesuaikan topik/materi pembicaraan yang terjadi; dan (6) untuk
menunjukkan perasaan rasa atau situasi emosional.