Abstrak


Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojomegoro


Oleh :
Carrine Irawan Kumalasari - H0808015 - Fak. Pertanian

Pembangunan nasional merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang sedang berupaya untuk membangun perekonomian wilayahnya. Kawasan hutan yang dimiliki oleh Kabupaten Bojonegoro yang tergolong luas yaitu 14,96 km2 memiliki potensi untuk dikembangkan salah satu pengembangannya adalah agroindustri tunggak kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peta (sebaran) agroindustri tunggak kayu, mengidentifikasi potensi agroindustri tunggak kayu disetiap kecamatan, mengidentifikasi potensi agroindustri tunggak kayu di tingkat kabupaten, merumuskan strategi pengembangan agroindustri tunggak kayu dan mengidentifikasi peta rantai usaha agroindustri tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, penentuan lokasi penelitian yaitu secara purposive dengan mewawancarai responden sebagai teknik pengumpulan data. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), Metode Borda, Matriks SWOT, dan Analisis Value Chain Map (Peta Rantai Nilai). Hasil analisis dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) menunjukkan bahwa peta agroindustri tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro terdapat di 1 kecamatan dari 27 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bojonegoro, yaitu Kecamatan Margomulyo. Berdasarkan analisis dengan Metode Borda, posisi agroindustri tunggak kayu di tingkat kabupaten yaitu berada pada peringkat kelima. Strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan agroindustri tunggak kayu dengan menggunakan matriks SWOT yaitu mengembangkan produk dari segi jumlah dan bentuk produk yang akan dipasarkan, ikut bergabung dengan lembaga pinjaman modal yang sudah dibentuk KUB (Kelompok Usaha Bersama), menerapkan hasil pembinaan dan pengembangan industry dari desperindag agar agroindustri berkembang, menjaga kestabilan produksi untuk memenuhi permintaan pasar dan melakukan promosi produk agroindustri tunggak kayu unggulan dan terus berinovatif. Peta rantai nilai agroindustri tunggak kayu yaitu terdiri dari tiga pelaku, yang pertama yaitu Perhutani sebagai pemasok, kemudian pengrajin sebagai produsen yang mengolah tunggak kayu menjadi kerajinan, pengrajin, agen lokal dan ekspor sebagai pemasar tunggak kayu. Saran dari penelitian ini Strategi yang telah dirumuskan bisa dijadikan suatu referensi atau pertimbangan bagi pelaku dan pemilik agroindutri tunggak kayu dalam usaha meningkatkan potensi dari Agroindustri Tunggak Kayu mengingat bahwa Kabupaten Bojonegoro memiliki subsektor kehutanan yang berpotensi bila terus dikembangkan. Sebaiknya dilakukan perluasan usaha dengan menambah jumlah unit usaha agroindustri tunggak kayu di kecamatan lain dengan dilakukannya pelatihan karena bahan baku berupa akar kayu jati tersedia mengingat luasya kawasan hutan di Kabupaten Bojonegoro. Pemilik agroindustri tunggak kayu perlu memperkuat hubungan dengan stakeholder seperti pemerintah, lembaga keuangan, maupun LSM agar mampu mengatasi kendala-kendala yang dialami seperti terbatasnya modal.