Abstrak


Komparasi Sistem Pembuktian Dan Pemidanaan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Indonesia) Dengan Republic Act No. 9208 The Anti-Trafficking In Persons A


Oleh :
Ferawati Margaretta Nainggolan - E0008035 - Fak. Hukum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji perbandingan sistem pembuktian dan pemidanaan dalam tindak pidana perdagangan orang menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Indonesia) dengan Republic Act No. 9208 The Anti-Trafficking in Persons Act of 2003 (Filipina) dan apa yang menjadi kelebihan dan kelemahan masing-masing undang-undang. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal yang bersifat preskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 21 Tahun 2007 tentan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, PP No. 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, The Revised Penal Code of the Philippines, The Revised Rules of Court of the Philippines, dan Republic Act of The Philippines No. 9208 The Anti-Trafficking in Persons Act of 2003, serta sumber-sumber lain berupa buku, jurnal, dan bahan lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perbandingan. Analisa data menggunakan metode interpretasi dengan pola berpikir deduktif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa sistem pembuktian dalam tindak pidana perdagangan orang di Indonesia menggunakan sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif dan mekanismenya mengacu pada KUHAP, sedangkan Filipina menggunakan sistem pembuktian conviction in time tidak murni dan mekanismenya mengacu pada Rules of Court of the Philippines. Dalam sistem pemidanaan tindak pidana perdagangan orang, stelsel pidana Indonesia mengacu pada UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, sedangkan Filipina mengacu pada Republic Act No. 9208 The The Anti-Trafficking in Persons Act of 2003, dimana kedua peraturan terssebut memiliki perbedaan susbtansi dalam pengkategorian tindak pidana dan penjatuhan sanksi pidana. Saran yang dapat diberikan adalah dalam pelaksanaannya penegakan hukum diharapkan tidak hanya menilik pada undang-undang pokok saja, namun juga memperhatikan peraturan terbaru yang terkait. Selain itu diharapkan bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan dapat benar-benar setimpal dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.