Abstrak
Analisis Kedudukan Hukum Lembaga Negara Penunjang
Oleh :
Raditya Gumelar Mahardika - E0008068 - Fak. Hukum
Konstitusi Indonesia belum mengatur secara jelas mengenai lembaga negara apa saja yang mendapat kewenangan dari UUD 1945. Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara (SKLN), seiring berjalannya waktu terjadi problematika dalam proses beracaranya dimana terjadi kekosongan hukum mengenai bagaimana kedudukan hukum dari lembaga negara penunjang dalam mengajukan permohonan SKLN karena kewenangannya yang disebutkan eksplisit di UUD 1945.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan hukum lembaga negara penunjang dalam penyelesaian SKLN yang diputus oleh Mahkamah Konstitusi dan untuk mengetahui implikasi yuridis adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 030/SKLN-IV/2006 terhadap kedudukan hukum lembaga negara penunjang dalam SKLN.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Jenis bahan yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi dokumen dengan teknik analisis berupa metode logika deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan mengenai legal standing lembaga negara penunjang untuk mengajukan permohonan sebagai para pihak pada SKLN di Mahkamah Konstitusi sah-sah saja, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara dalam sengketa kewenangan antar lembaga negara . Dengan merujuk pada legitimasi Hakim Konstitusi hendaknya dilakukan penafsiran yang lebih luas dalam menentukan subjectum litis dan objectum litis pada hukum acara sengketa kewenangan antar lembaga negara. Selain itu Hakim Konstitusi juga perlu melakukan interpretasi yang dibatasi sesuai dengan konteks yang tepat, yaitu bentuk pemberian kekuasaan terhadap lembaga tersebut yang harus atributif dan derivatif yang tidak mengandung hierarki. Kemudian implikasi yuridis dari Putusan MK Nomor 030/SKLN-IV/2006 adalah adanya diskriminasi terhadap kedudukan hukum (legal standing) lembaga negara penunjang dalam proses hukum acara SKLN dimana Hakim Konstitusi masih menafsirkan secara sempit dan tekstual makna “lembaga negara” dalam Pasal 61 UU Nomor 24 Tahun 2003 jo. UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Kosntitusi.