Abstrak


Implementasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Pelaksanaan Terapi Dan Rehabilitasi Pada Kalangan Remaja Sebagai Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Di Panti Sosial Pamardi Putra (Pspp) Yogyakarta


Oleh :
Ariyani Putri - E0009056 - Fak. Hukum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika di panti sosial pamardi putra (PSPP) terhadap pelaksanaan terapi dan rehabilitasi dikalangan remaja sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika dan untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh panti sosial pamardi putra (PSPP) dalam pelaksanaan terapi dan rehabilitasi pada kalangan remaja sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris bersifat deskriptif dengan maksut untuk memberikan data seteliti mungkin. Penelitian ini menggunakan jenis dan sumber bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Teknik analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pola pikir deduktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan bahwa PSPP, sebagai institusi penerima wajib lapor yang merupakan pelaksana tekhis menyelenggarakan proses rehabilitasi dengan sistem “One Stop Center” atau secara sekaligus. Disini berarti residen yang menjalani proses terapi dan rehabilitasi, menjalani program rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial dengan menggunakan metode Therapeutic Community (TC) sebagai satu rangkaian untuk mencapai tujuan, yaitu lepas dari jeratan narkotika, instruksi undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika yang tertuang dalam pasal 54 ini, sudah dilaksanakan oleh PSPP sesuai prosedur. Adapun beberapa kendala yang di hadapi oleh PSPP dalam menjalankan amanat undang-undang tersebut antara lain kurangnya dukungan dari keluarga residen terhadap proses penyembuhan, faktor pendidikan residen yang rendah, faktor budaya yang beraneka ragam, kurangnya anggaran dan dukungan kebijakan pemerintah, komposisi petugas dengan residen yang tidak seimbang, karakteristik residen yang sudah mengalami gangguan jiwa, minimnya fasilitas yang menghambat jalannya kegiatan, kelengkapan sumber daya manusia pendukung.