Abstrak
Tinjauan Yuridis Tentang Kewenangan Bpk Dan Bpkp Menghitung Kerugian Negara Dalam Rangka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Oleh :
Firdanta Sembiring - S31081100 - Sekolah Pascasarjana
Penelitian ini mengkaji tinjauan yuridis tentang kewenangan BPK dan BPKP
menghitung kerugian negara dalam rangka pemberantasan tindak pindana korupsi
berkaitan dengan tugas dan fungsi serta kewenangannya dalam menilai dan
menetapkan kerugian Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dalam sifat penelitian deskriptif
dan bentuk penelitian evaluatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan, konsep dan pendekatan historis dengan sumber data
sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sumber data
dikumpulkan dengan teknik riset kepustakaan.
Hasil penelitian yang mendasarkan pada asas-asas hukum, teori hierarki
perundang-undangan, dan teori kewenangan serta Negara hukum ini menunjukkan
bahwa kewenangan BPKP bertentangan dengan BPK berdasarkan UU KPK dan
UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bila dikaitkan dengan Undang-Undang
Dasar Tahun 1945. Pertentangan itu timbul karena terdapat inkonsisteni dalam
UU KPK dan UU BPK dalam penentuan lembaga yang berwenang dalam
koordinasi pemberantasan tindak pidana korupsi. Undang-Undang BPK secara
tegas menyatakan bahwa hanya BPK lembaga satu-satunya yang berwenang
dalam menetapkan atau menilai kerugian negara, sedangkan dalam UU KPK
mengatur bahwa selain BPK tedapat lembaga yang juga berwenang yaitu BPKP.
Kewenangan BPKP yang bertentangan juga muncul dalam hal penentuan lembaga
yang berwenang dalam penghitungan kerugian negara. Ketidakjelasan Pasal 6 (a)
Undang-Undang KPK dan Pasal 32 UU PTPK dalam mengatur instansi yang
berwenang dalam penghitungan kerugian negara digunakan oleh BPKP sebagai
“senjata” untuk melancarkan kewenangannya. Ketidakjelasan itu menyebabkan
suatu problematika dari aparat penegak hukum dalam menggunakan hasil audit
dari BPK atau BPKP. Problematika itu muncul ketika hasil audit yang dipakai
oleh aparat penegak hukum adalah hasil audit oleh BPKP, padahal dalam UU
BPK secara tegas menyatakan bahwa BPK satu-satunya lembaga yang
berwenang.
BPK harus menjadi satu-satunya lembaga yang bebas dan mandiri dalam
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan demikian,
seharusnya BPKP tidak bisa ikut serta mempunyai kewenangan yang sama
dengan BPK. Karena pada dasarnya BPKP hanya berwenang dalam pemeriksaan
internal pemerintah. Pengaturan lembaga yang berwenang dalam penentuan
kerugian negara harus lebih dipertegas, sehingga ke depannya tidak terjadi suatu
tumpang tindih kewenangan dan adanya kepastian hukum.