Abstrak
Difusi Dan Adopsi Inovasi Program Keluarga Berencana “Dua Anak Lebih Baik” Dalam Mengendalikan Pertumbuhan Penduduk (Studi Deskriptif Kualitatif Difusi Inovasi Dan Adopsi Inovasi Program Keluarga Berencana “Dua Anak Lebih Baik” Di Desa Wonoharjo, Kecamata
Oleh :
Surya Yoga Pradhana - D0207100 - Fak. ISIP
Program Keluarga Berencana “Dua Anak Lebih Baik” adalah sebuah inovasi yang dibuat oleh pemerintah melalui BKKBN. Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah karena Program Keluarga Berencana “Dua Anak Lebih Baik” merupakan program dari pemerintah yang menggarap seluruh daerah di Indonesia, oleh karena itu demi tercapainya tujuan dari program ini perlu diadakan pengkajian tentang bagaimana proses penyebaran dan penerapannya untuk memudahkan petugas dari BKKBN ketika hendak mensosialisasikan dan mengajak masyarakat untuk ikut program ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana difusi inovasi, adopsi inovasi, dan faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat jalannya difusi dan adopsi Program Keluarga Berencana “Dua Anak Lebih Baik” di Desa Wonoharjo, Kecamatan Rowokele, Kabupaten Kebumen. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Exchange Theory, Spiral of Silence, Two Step Flow Model, dan Social Learning Theory.
Penelitian yang dilaksanakan di Desa Wonoharjo, Kecamatan Rowokele, Kabupaten Kebumen ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan memfokuskan penelitian pada masyarakat Desa Wonoharjo sebagai subyek penelitian, kemudian dianalisa menggunakan Interactive Models of Analysis. Untuk menguji validitas data, peneliti menggunakan teknik Triangulasi Data.
Berdasarkan hasil penelitian, komunikator dalam difusi Program Keluarga Berencana “Dua Anak Lebih Baik” adalah petugas dari UPTB PPKB Kecamatan Rowokele, Kabupaten Kebumen dengan dibantu kader, kepala desa Wonoharjo, bidan, dan dokter. Dalam menyampaikan pesan tentang arti pentingnya dua anak lebih baik yang merupakan anjuran pemerintah demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Wonoharjo, para komunikator lebih memfokuskan usahanya pada pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan interpersonal berbasis lokalitas, contohnya dengan menggunakan bahasa Jawa dalam menyampaikan pesan dan melibatkan kepala desa setempat dalam penyuluhan di balai desa.
Media massa yang digunakan dalam difusi Program Keluarga Berencana “Dua Anak Lebih Baik”, antara lain koran, televisi, dan radio. Sedangkan untuk media nirmassa digunakan dalam level komunikasi kelompok dan interpersonal, contohnya brosur, lembar balik, dan poster. Namun, dari hasil penelitian ditemukan bahwa saluran komunikasi interpersonal berbasis lokalitas merupakan saluran komunikasi yang paling efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah sikap serta perilaku masyarakat terhadap program ini.
Masyarakat desa Wonoharjo melalui lima tahapan adopsi Program Keluarga Berencana “Dua Anak Lebih Baik”, yaitu mulai dari tahap pengenalan, persuasi, keputusan, impelementasi, dan konfirmasi dengan jangka waktu satu hingga dua tahun. Dari hasil analisa kelima tahapan adopsi inovasi tersebut peneliti menemukan bahwa penyebab dari meningkatnya pertumbuhan penduduk di Desa Wonoharjo adalah karena adanya diskontinuasi penggunaan alat kontrasepsi KB oleh beberapa warga Desa Wonoharjo. Dalam difusi dan adopsi program ini terdapat faktor pendukung utama, yaitu adanya dukungan dan keterlibatan warga, bidan, dan dokter ketika sosialisasi dilaksanakan. Sedangkan faktor penghambat utamanya, yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan warga dalam proses pengambilan keputusan inovasi, karena dalam pengambilan keputusan melibatkan anggota keluarga dan kerabat.
Saran dari peneliti adalah agar frekuensi sosialisasi lebih ditingkatkan. Selain sasaran Program Keluarga Berencana “Dua Anak Lebih Baik”, keluarga dan kerabat adopter juga perlu diberikan sosialisasi, karena mereka berpengaruh dalam pengambilan keputusan adopsi. Penyampaian pesan juga perlu dikemas semenarik mungkin agar menarik antusiasme warga ketika sosialisasi. UPTB PPKB juga perlu menyediakan tempat khusus penitipan anak agar perhatian warga tidak teralihkan ketika mengikuti sosialisasi di balai desa, posyandu, atau puskesmas.