Abstrak


Tindak Tutur Ekspresif Dan Direktif Dalamdialog Adegan Pathet Sanga Dan Pathet Manyura Pada Pertunjukanwayang Kulit Gaya Surakarta Dalang Nartasabda Dan Purbo Asmoro


Oleh :
Sri Hesti Heriwati - T131008005 - Sekolah Pascasarjana

Penelitian ini mengkaji tindak tutur ekspresif dan direktif dalam pertunjukan wayang kulit lakon Karna Tandhing, Dewaruci (Nartasabda) dan Brubuh Ngalengka, Rama Gandrung (Purbo Asmoro), dalam pathet sanga dan manyura. Penelitian ini juga mengkaji perbedaan dan persamaan tindak tutur ekspresif dan direktif dalam pathet sanga dan manyura oleh kedua dalang yakni Nartasabda dan Purbo Asmoro, serta strategidalam penyampaian TTE dan TTD pada keempat lakon. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur ekspresif dan direktif pada keempat lakon serta menjelaskan perbedaan strategi tindak tutur yang dilakukan oleh Nartasabda dan Purbo Asmoro. Di samping itu ingin memperoleh gambaran mengenai relevansi tindak tutur ekspresif dan direktif kaitannya dengan pendidikan karakter, serta tanggapan penonton terhadap sajian kedua dalang. Pembahasan masalah yang diangkat digunakan kajian linguistik utamanya pragmatik, dengan teori tindak tutur Kreidler (1998:183) yang dipadu dengan pendekatan budaya Jawa karena wayang merupakan unsur budaya Jawa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal karena penelitian terarah pada satu karakteristik dalam seni pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Strategi menggunakan kritik holistik dengan mengkaji tiga faktor utama, yakni faktor genetik, faktor objektif, dan faktor afektif. Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan konteks tuturan dan penanda lingual, masing-masing tindak tutur ekspresif dan direktif memiliki subtindak tutur yang jumlahnya tidak sama. Tindak tutur ekspresif pada sajian lakon oleh dalang Nartasabda yakni lakon Karna Tandhing yang dominan mengucapkan maaf dan dalam lakon Dewaruci tindak tutur ekspresif yang dominan menolak, dan dalam lakon Brubuh Ngalengka, tindak tutur ekspresif yang dominan menolak, dalam lakon Rama Gandrung yang dominan mengucapkan maaf. Tindak tutur direktif yang dominan pada Karna Tandhingmemerintah, pada Dewarucimemerintah. Tindak tutur direktif pada Brubuh Ngalengka yang dominan melarang dan pada Rama Gandrung adalah memerintah.Tuturan yang disampaikan kedua dalang pada hakikatnya mencerminkan tuturan yang komunikatif, indah bermutu serta menarik perhatian penonton, dan mengandung unsur tuntunan, tontonan dan tatanan. Strategi kedua dalang yang terungkap dalam tuturan ekspresif maupun direktif terdapat perbedaan oleh karena kedua dalang berlatar belakang sosio budaya yang berlainan serta pengaruh masyarakat pendukung wayang yang berbeda. Persamaan sajian kedua dalang bahwa keduanya masih taat dan setia terhadap kaidah-kaidah pedalangan semalam suntuk, sedangkan perbedaannya bahwa Nartasabda lebih kuat dalam penyampaian wejangan-wejangan bila dibandingkan dengan sajian Purbo Asmoro. Implikatur yang terkandung pada keempat lakon terdapat nilai-nilai yang berupa pesan-pesan seperti pesan moral, spiritual, pendidikan, penerangan dan sebagainya, sehingga dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan karakter, penghayatan estetis dan pelestarian budaya. Dengan demikian nilai-nilai yang terungkap dalam tuturan ekspresif dan direktif dalam keempat lakon sangat relevan dengan kehidupan sekarang, serta dapat memberikan kontribusi dalam pembentukan manusia yang berkarakter serta berkepribadian dan penguatan jati diri bangsa. Nilai-nilai atau kearifan lokal yang terkandung dalam tindak tutur ekspresif dan direktif dapat dijadikan rujukan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tanggapan masyarakat atau penonton terhadap sajian keempat lakon pada hakikatnya masing-masing dalang memiliki kekhasan dan keunggulan serta pakelirannya menarik dan selalu kontekstual.