Abstrak


Perlindungan Konsumen Terhadap Penggunaan Zat Pewarna Berbahaya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. (Studi Kasus Di Balai Besar Pom Semarang)


Oleh :
Arif Pamungkas Aji - E0009054 - Fak. Hukum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang perlindungan konsumen terhadap penggunaan bahan zat pewarna berbahaya yang dicampurkan didalam makanan. Mengingat banyaknya orang yang membutuhkan makanan maka banyak para pelaku usaha yang melakukan kecurangan demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memikirkan keamanan atau bahaya yang timbul apabila makanan tersebut dimakan oleh manusia. Berbagai jenis makanan dan berbagai warna makanan yang dijual oleh pelaku usaha tujuannya untuk memikat hati konsumen untuk membelinya, dari berbagai jenis makanan dan warna makanan yang dijual banyak mengandung zat pewarna yang berbahaya. Zat pewarna adalah suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Zat pewarna mempunyai peruntukannya sendiri-sendiri misalnya, zat pewarna makanan hanya digunakan untuk pewarna makanan saja, zat pewarna tekstil hanya untuk digunakan pewarna tekstil saja bukan untuk pewarna lainnya. Zat pewarna yang boleh sebagai bahan tambahan pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan dan pengawasannya diawasi oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM), di Indonesia Badan yang mengawasi beredarnya obat dan makanan adalah Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Badan POM adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001, dan sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan tugasnya Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaiannya permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, masih banyak pelaku usaha yang menggunakan zat pewarna berbahaya sebagai bahan tambahan pangan, hal itu disebabkan karena pengawasan yang kurang, sanksi yang kurang tegas sehingga membuat pelaku usaha yang melanggar tidak merasa jera, pelaku usaha yang bandel, dan masih kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku usaha tentang bahaya yang timbul apabila zat pewarna yang digunakan itu sangat berbahaya. Pemerintah sendiri sudah membuat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang fungsinya untuk melindungi hak-hak konsumen. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, dengan adanya UUPK diharapkan hak-hak konsumen dapat terlindungi.