Abstrak


Perbedaan skor kepribadian skizoid pada Mahasiswa FAKULTAS Kedokteran UNS Angkatan 2013 dengan kecerdasan emosi tinggi dan rendah


Oleh :
Ivonny Rembulan Zilmi - G0011120 - Fak. Kedokteran

Masa remaja dikenal dengan masa mencari identitas diri. Secara umum masa remaja berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, 18-21 tahun masa remaja akhir (Monks dkk, 2002). Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial (Notoatmodjo, 2007). Adanya perubahan emosi yang terjadi pada remaja tidak luput dari berbagai jenis pengaruh seperti misalnya lingkungan tempat tinggal, sekolah, dan teman-teman sebaya serta kegiatan yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Tak bisa dipungkiri bila masa remaja sangat identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Jika seorang remaja merasa kegiatan di sekolah tidak mampu menampung perubahan emosinya, maka remaja akan meluapkannya untuk hal-hal yang justru kurang positif bahkan cenderung destruktif misalnya tawuran, kebut-kebutan di jalan raya, dan lain-lain. Contoh-contoh tersebut menunjukkan fakta bahwa dalam diri remaja sebenarnya memiliki gejolak emosi yang cukup besar jika berinteraksi dalam lingkungan sekitar (Tridhonanto, 2010). Untuk mengontrol gejolak emosi pada masa remaja diperlukan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi meliputi pengendalian diri, kemampuan memotivasi diri-sendiri dan bertahan dalam menghadapi kegagalan, dapat mengatur suasana hati, dan kemampuan untuk menyelesaikan konflik serta untuk memimpin (Hamid, 2007). Kumpulan dari pola emosi, sikap, dan perilaku individu disebut kepribadian (Angganantyo, 2014). Kepribadian bersifat menetap dan secara khas dapat dikenali pada setiap individu (Tomb, 2004). Menurut Hurlock, (dalam Djojosaputro, 2013) pola kepribadian terbentuk sejak masa kanak-kanak, dan cenderung menetap sepanjang hidupnya sejak remaja akhir atau dewasa muda. Sebagian remaja bisa mengalami gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian mulai tampak pada masa kanak-kanak dan menetap pada masa remaja akhir (Tomb, 2004). Oleh karena itu diagnosis gangguan kepribadian tidak cocok diberikan pada usia di bawah 16 atau 17 tahun (Mansjoer, 2001). Dikatakan seseorang mengalami gangguan kepribadian apabila seseorang mengalami gangguan secara terus-menerus, memperlihatkan tingkah laku yang ekstrem dan berlangsung lama (Semiun, 2006). Salah satu contoh gangguan kepribadian adalah kepribadian skizoid. Orang dengan kepribadian skizoid berkecenderungan untuk menyendiri, introspeksi yang berlebihan, tidak mempunyai teman dekat (kalau ada hanya satu), tidak berkeinginan untuk mempunyai hubungan dan tidak sensitif terhadap norma atau kebiasaan sosial (Mansjoer, 2001). Prevalensi gangguan skizoid diperkirakan 7,5 persen dari populasi. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan diperkirakan 2 : 1 (Davidson et al, 2004). Intervensi pada seseorang dengan kepribadian skizoid dapat dilakukan dengan memfokuskan pada keterampilan sosial dan kontak sosial. Pelatihan keterampilan sosial dilakukan melalui tugas pekerjaan rumah, di mana seseorang mencoba untuk berinteraksi sosial dengan orang lain. Intervensi lain seperti, melibatkan seseorang dengan kepribadian skizoid dalam terapi okupasi dan terapi secara berkelompok juga dapat dilakukan (Nolen, 2007). Mahasiswa Fakultas Kedokteran sebagai calon dokter diharapkan mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dan memiliki kepedulian terhadap orang lain. Berdasarkan hal di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis perbedaan skor tipe kepribadian dasar skizoid pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 dengan kecerdasan emosi tinggi dan rendah.