Abstrak


Pembuatan dan aplikasi zat warna alami dari buah mangrove jenis Rhizophora stylosa


Oleh :
Asrina Nurul Aini - I8311005 - Fak. Teknik

Kemajuan teknologi pembuatan zat warna sintetis menyebabkan pemakaian
zat warna alami semakin lemah bahkan akan lenyap dengan sendirinya. Terdapat
sejumlah permasalahan yang terjadi dalam dunia batik berkaitan dengan
penggunaan zat warna sintetis. Selain sebagai salah satu penyebab pencemaran
lingkungan, penggunaan zat warna sintetis juga dapat menyebabkan kanker. Oleh
karena itu, zat warna alami dalam proses pewarnaan batik menjadi salah satu
solusi sebagai zat warna yang ramah lingkungan.
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 21% dari luas total
global yang tersebar hampir di seluruh pulau – pulau besar mulai Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua. Famili Rhizophoraceae merupakan salah
satu famili tumbuhan yang sebagian besar tumbuh di daerah pesisir pulau – pulau
di Indonesia. Rhizophora stylosa termasuk Famili Rhizophoraceae. Kandungan
buah mangrove jenis Rhizophora stylosa yang dimanfaatkan untuk zat warna yaitu
tanin.
Metode yang digunakan untuk mendapatkan zat warna alami adalah ekstraksi
secara batch. Ekstraksi dilakukan dengan perbandingan bahan baku dan pelarut
1:5, 1:7, dan 1:10. Hasil ekstrak terbaik diperoleh dengan perbandingan 1:10.
Pencelupan zat warna alami dilakukan dalam bentuk ekstrak. Pencelupan kain
dilakukan sebanyak 15 kali dengan masing-masing perendaman selama 15 menit
dan dikeringkan. Setelah itu dilakukan fiksasi (penguncian warna) pada batik.
Fixer yang digunakan adalah tunjung (mengubah warna pada batik menjadi lebih
gelap), tawas (mempertahankan warna pada batik), kapur (mengubah warna pada
batik menjadi lebih tua), jeruk nipis (mengubah warna pada batik menjadi lebih
muda), dan gula jawa (mengubah warna pada batik menjadi lebih tua) .
Kain mori primisima yang belum dicap batik dan telah difiksasi dilakukan
pengujian kelunturan terhadap cucian dengan launderometer dan terhadap
gosokan dengan crockmeter. Hasil pengujian dianalisa dengan staining scale
(skala penodaan) dan gray scale (skala abu-abu). Pengujian dengan skala
penodaan dibagi menjadi 2 yaitu dengan gosokan basah dan gosokan kering. Dari
hasil pengujian gosokan basah dan kering, diperoleh hasil terbaik dengan
perbandingan 1:10 menggunakan fixer jeruk nipis . Sedangkan pada skala abu-abu
diperoleh hasil terbaik dengan fixer kapur.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaplikasian ekstrak optimum terhadap kain
batik adalah perbandingan 1:10 dengan 15 kali pencelupan. Hasil ketahanan
luntur terbaik terhadap gosokan mengunakan fixer jeruk nipis dan cucian
menggunakan fixer tawas.