Abstrak


Kualitas dan Dinamika Formulasi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Propinsi Jawa Tengah


Oleh :
Ismi Dwi Astuti Nurhaeni - - Fak. ISIP

Kebijakan pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan nasional telah dirancang oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2000, dan kebijakan PUG pendidikan telah dilaksanakan secara intensif sejak 2003, namun data empiris menunjukkan masih adanya kesenjangan gender, salah satunya kesenjangan gender dibidang pendidikan. Penelitian ini mengkaji kualitas dan dinamika formulasi kebijakan pendidikan berperspektif gender, mencakup; (1) Apakah isi kebijakan pendidikan telah berperspektif gender?; (2) Bagaimana proses formulasi kebijakan pendidikan berperspektif gender berlangsung?; (3) Mengapa perspektif gender berhasil masuk dalam kebijakan pendidikan? Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Karanganyar. Pemilihan dua kabupaten tersebut ditentukan secara purposive berdasarkan kriteria disparitas gender pendidikan. Jenis penelitian adalah evaluasi kebijakan dengan desain single program before after. Data penelitian mencakup data sekunder (Propeda, Repetada, Renstra ataupun peraturan lainnya) dan primer. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi, focus group discussion, wawancara mendalam dan observasi berpartisipasi. Informan penelitian ditentukan secara purposif, antara lain: Bapeda, stakeholders pendidikan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Biro Pemberdayaan Perempuan. Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Validitas data menggunakan triangulasi sumber, metode dan teori. Teknik analisis menggunakan analisis isi, analisis interaktif dan analisis gender. Beberapa temuan penting penelitian ini adalah: 1. Kesetaran dan keadilan gender telah berhasil menjadi arus utama dalam dokumen kebijakan pendidikan, khususnya pada program pemberdayaan perempuan sub bidang pendidikan, serta pada dokumen “position paper” PUG bidang pendidikan. Diliihat dari perspektif gender, terjadi perbaikan kualitas kebijakan pendidikan sesudah dilaksanakannya program PUG pendidikan, khususnya dalam bentuk penajaman program, perubahan orientasi pemberdayaan perempuan dari affirmative action menuju gabungan antara affirmative action dan gender mainstreaming, serta adanya jaminan keberlanjutan program dengan tersusunnya rancangan kebijakan PUG 2009-2013 dan grand design pemberdayaan perempuan. Temuan tersebut terjadi di Provinsi Jawa Tengah, tetapi belum terjadi di Kabupaten Banjarnegara dan Karanganyar, karena (a) gener gender belum dianggap sebagai isu penting dalam pembangunan pendidikan, (b) capacity building hanya dipandang sebagai “proyek semata”, (c) kabupaten seringkali menerima kegiatan capacity building dengan fokus yang berbeda-beda, sehingga program PUG belum terinternalisasi sudah tertumpuk dengan intervensi yang lain; (d) tidak ada mekanisme reword dan punishment; (e) interaksi dan dukungan anggaran yang diberikan dari pemerintah provinsi ke kabupaten belum seoptimal dengan yang diberikan dari pemerintah pusat ke provinsi. 2. Adanya perbedaan preferensi antar aktor-aktor yang terlibat dalam proses formulasi membuat proses formulasi kebijakan pendidikan berlangsung secara dinamis dan berimplikasi pada rumusan kebijakan berupa affirmative action atau gender mainstreaming atau gabungan keduanya. Adanya perubahan pemahaman tentang konsep gender berimplikasi pada pemindahan pemegang otoritas pelaksana PUG dari subdin Pendidikan Luar Sekolah ke subdin renbang yang berimplikasi pada semakin mudahnya gender menembus batas-batas “ego” antar sub dinas. Pada proses formulasi kebijakan terjadi konflik-konflik inter dan intra personal, di mana resolusi konflik diselesaikan dengan cara mengintegrasikan, rela membantu serta melakukan kompromi bersama. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan gender masuk dalam kebijakan pendidikan antara lain: (a) kapasitas sumberdaya manusia (SDM), khususnya yang paham tentang gender, memiliki sensitivitas gender dan mimiliki otoritas dalam pembangunan pendidikan; (b) capasity building dan advokasi pengarusutamaan gender di bidang pendidikan yang dirancang dengan baik sesuai dengan kebutuhan daerah dan direspons dengan baik pula; (c) budaya organisasi yang mengedepankan visi dan misi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender; (d) pembentukan dan penguatan jejaring dan kemitraan sebagai media pembelajaran bersama antara stakeholders sehingga menumbuhkan sensitivitas gender. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa multi stakeholders partnerships (kemitraan antar berbagai pemangku kepentingan) merupakan komponen kunci dalam melakukan perubahan kebijakan. Melalui multi stakeholders partnership terjadi transfer pengatahuan dan sumber-sumber antara stakeholders sehingga terjadi proses pembelajaran bersama, dan memperkuat aliansi strategis untuk melakukan perubahan kebijakan. Temuan ini memperkuat pandangan Lindsay dan Riege (2006) tentang stakeholders partnership in the public policy develompment, pandangan Paine dan Naumes (1974) tentang model sistem dalam proses pembuatan kebijakan, pandangan Spector (1997) tentang perlunya legitimasi kebijakan dengan cara membangun koalisi antar stakeholders, mengalokasikan sumber-sumber serta mendesain dan modifikasi organisasi, serta pandangan Brinkerhoff (1996) tentang perlunya penerapan proses pendekatan manajemen strategis. Rekomendasi yang diusulkan antara lain: 1.Perlu dilakukan reformasi kebijakan pendidikan dan reformasi organisasi dari semula netral gender menjadi responsif gender 2.Teori yang digunakan untuk mengkaji perubahan kebijakan pendidikan dapat difokuskan pada 2 aspek perubahan, yaitu perubahan kebijakan dan organisasi dengan fokus kajian pada pendekatan siklus kebijakan, organisasional serta pembelajaran 3.Perlu disusun Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang PUG di Bidang Pendidikan serta digali nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender yang berakar pada lingkungan sosial budaya di Indonesia dan mencerminkan kearifan lokal. 4.Proses pendidikan harus mampu mengembangkan perilaku androgini dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender, baik pada bahan pembelajaran, proses pembelajaran maupun materi bahan ajar. 5.Metode penelitian yang dipandang tepat untuk mengungkap sistem nilai yang diyakini oleh masyarakat terkait dengan gender adalah penelitian partisipasif dan penelitian berperspektif gender. 6.Perlu dilakukan kajian tentang: (a) dampak PUG terhadap perubahan mindset tentang gender; (b) strategi membangun kemitraan dalam mendukung perubahan kebijakan berperspektif gender; (c) hubungan kebijakan responsif gender dengan alokasi anggaran responsif gender; (d) budaya organisasi dalam mendukung kesetaraan dan keadilan gender; (e) penelitian sejenis (kualitas dan dinamika formulasi kebijakan pendidikan berperspektif gender) di lokasi lain.