Abstrak
Perubahan Sistem Penguasaan Lahan Dan Hubungan Kerja Agraris, Pada Usaha Tani Padi Sawah. Di Kecamatan Polanharja, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah
Oleh :
Eny Lestari - - Fak. Pertanian
Pada periode kurang lebih tahun 1952-1954 dari hasil kajian referensi menunjukkan bahwa pada saat itu masyarakat desa hidup berdampingan antara si kaya (petani pemilik lahan luas) dengan si miskin (petani tuna tanah) penuh kedamaian. Si kaya mensubsidi si miskin dengan cara memberi lahan garapan dan si miskin membalas dengan kesetiaan. Hubungan pemilik lahan dengan penggarap lahan lebih bernuansa patronase atau hubungan patron-client (pelindung-anak buah). Kegiatan proses produksi usaha tani banyak menampung tenaga kerja di pedesaan, walaupun keadaan ini dianggap merupakan suatu ketidakefisienan, dalam hal usaha tani sawah involusi digambarkan oleh taraf produktivitas yang tidak menarik, produktivitas tenaga kerja dipakai sebagai ukuran. Setelah digalakkannya intensifikasi pertanian atau sering disebut revolusi hijau pada akhir tahun 1960 an, yang merombak cara-cara bercocok tanam tradisional kearah cara menuju ke modern mengakibatkan terjadi efisiensi dalam penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Hal ini berakibat tenaga kerja pedesaan tidak tertampung lagi dalam kegiatan proses produksi usahatani, antara lain ditunjukkan dengan adanya upah buruh tani semakin rendah, dan kemampuan tawar menawar (bergaining power) buruh tani semakin lemah. Keadaan dimana suatu program intensifikasi pertanian diharapkan akan memberikan tingkat produktivitas yang meningkat, sehingga memberikan kehidupan yang lebih baik bagi petani juga kepada tenaga penggarap lahan (buruh tani) yang berkecimpung di dalamnya, akan tetapi menggarap belum seperti yang diharapkan. Artinya peningkatan produktivitas hasil pertanian belum dinikmati oleh para buruh tani (petani tuna kisma). Pada periode tahun 2007 saat penelitian dilakukan terlihat bahwa, pasar tenaga kerja penggarap sawah menurun, mengapa demikian? Perubahan-perubahan apa yang terjadi pada kurun waktu antara tahun 1980-2007? Kemanakah arah perubahannya? Apa sebetulnya persepsi masyarakat desa terhadap pekerjaan bertani? Keadaan semua itu diduga mempengarui perubahan sistem penguasaan lahan dan hubungan kerja agraris di Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten. Hal inilah yang diangkat sebagai benang merah dari masalah penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di muka maka disusun suatu rumusan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis perubahan sistem penguasaan lahan ( yang berkaitan dengan status penguasaan lahan: hak milik, sewa, sekap) 2. Untuk menganalisis hubungan kerja agraris pada usaha tani padi sawah (berkaitan dengan tipe hubungan kerja), dan untuk menganalisis tingkat persepsi masyarakat terhadap pekerjaan bertani, di Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. 3. Untuk menganalisis arah perusahaan sistem penguasaan lahan dan hubungan kerja agraris pada usaha tani padi sawah, di Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten Kajian tentang posisi dan esensi teori sosiologi dalam penelitian ini menampilkan teori dari tipe pola perubahan yang bersifat evolusioner dari Durkheim untuk menganalisis perubahan masyarakat dengan solidaritas mekanik menuju masyarakat dengan solidaritas organik, kedua Teori Pertukaran (Exchange Theory) untuk menganalisis pertukaran sosial yang diakibatkan adanya interaksi sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan perspektif etik, metodepengambilan sampel wilayah menggunakan metode sampel gugus bertahap (multistage cluster sampling). Penentuan wilayah di tingkat kabupaten dilakukan secara purposif, dan dipilih Kabupaten Klaten karena merupakan sentra produksi padi utamanya bagi wilayah propinsi Jawa Tengah. Wilayah penelitian di tingkat kecamatan dilakukan secara purposif dan dipilih Kecamatan Polanharjo, dengan pertimbangan, merupakan sentra padi sawah. Penentuan wilayah penelitian di tingkat desa, dilakukan secara purposif juga, dengan pertimbangan desa yang dipilih diharapkan dapat mewakili karakter suatu wilayah: pertama, desa yang sebagian besar wilayahnya untuk pemukiman dan lahan sawah saja, dipilih Desa Sidoharjo, kedua, desa yang wilayahnya terdapat pabrik (Pabrik Aqua), dipilih Desa Wangen, ketiga, desa yang sebagian wilayahnya terdapat usaha sampingan pancingan ikan, dipilih Desa janti. Tiga desa ini diharapkan dapat mewakili keberagaman karakter dari masyarakat. Penentuan responden: Kecamatan Polanharjo terdiri dari 18 desa, diambil 3 desa secara purposif sebagai gugus. Dari 3 desa yang dipilih: Desa Wangen terdiri dari 18 RT, Desa janti terdiri dari 17 RT dan Desa Sidoharjo terdiri dari 28 RT, sebagai unsur sampel. Setiap desa diambil 2 RT (Rukun Tetangga) secara acak, semua warga yang berada dalam unsur sampel diambil semua sebagai responden dengan cara sensus, untuk Desa Sidoharjo diperoleh 46 responden, Desa Wangen diperoleh 59 responden, Desa Janti diperoleh 89 responden. Hasil penelitian Perubahan Sistem Penguasaan Lahan dan Hubungan Kerja Agraris ditunjukkan dengan deskripsi perubahan dengan perbedaan dimensi waktu antara tahun 1980 dengan tahun 2007. Perubahan yang menyangkut sistem penguasaan lahan (pada status penguasaan hak milik) dengan aspek perubahan struktur pemilikan lahan sawah, menunjukkan bahwa pemilikan lahan sawah dimiliki oleh masyarakat semakin merata hal ini tunjukan dengan semakin banyaknya jumlah pemilik sawah (Th 1980 36 orang, Th 2007 59 orang) dan rata-rata luas pemilikannya berkurang dari 0,34 ha menjadi 0,33 ha, tetapi keadaan ini bukan berarti lahan sawah bertambah luas, hanya terjadi perpindahan hak milik saja, dikarenakan sebagaian besra (57%) responden memperoleh pemilikan lahan sawah karena mendapat warisan. Perubahan yang menyangkut status penguasaan lahan (pada status penguasaan hak sewa) menunjukkan bahwa terjadi perubahan kesepakatan-kesepakatan dalam sewa menyewa lahan sawah, antara lain dari aspek: besar uang sewa, penentuan besarnya sewa lahan, dan jangka waktu sewa. Perubahan yang menyangkut status penguasaan lahan (pada status penguasaan hak sakap) menunjukkan bahwa terjadi perubahan proporsi hak dan kewajiban antara pemilik lahan dan penyakap: proporsi hak penyakap meningkat, proporsi kewajiban penyakap menurun, kekuatan tawar menawar (bargaining power) penyakap meningkat dan begitu sebaliknya, bagi pemilik lahan sawah. Perubahan hubungan kerja agraris yang berkaitan dengan tipe hubungan kerja menunjukkan bahwa, perubahan dari tipe hubungan kerja harian menuju kepada tipe hubungan kerja borongan. Tingkat persepsi responden terhadap pekerjaan bertani, sebagian besar (70,6%) berada pada tingkat sedang, sedangkan uji analisis chi square tentang tingkat persepsi responden terhadap pekerjaan bertani hubungannya dengan umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan kekosmopolitan, tidak menunjukkan hubungan yang signifikan pada X2 tabel 0,05, (r-1)(k-1). Arah perubahan sistem penguasaan lahan menunjukkan bahwa: (pada status penguasaan lahan hak milik) menuju kearah perubahan struktur pemilikan lahan sawah semakin merata, (pada status penguasaan lahan sewa) menuju kearah harga sewa lahan sawah nilainya menurun, bargaining power menguat pada sisi penyewa, (pada status penguasaan lahan sakap) proporsi hak dan kewajiban antara pemilik lahan dan penyekap, menuju kearah semakin menguntungkan penyakap. Arah perubahan hubungan kerja agraris, menuju kearah hubungan kerja lebih praktis, lebih luas, tidak ada patron klien, pengupahan kepada buruh tani berupa uang bukan barang. Kesimpulan yang dapat diambil antara lain, terjadi perubahan “Sistem Penguasaan Lahan dan Hubungan Kerja Agraris” baik dari aspek status penguasaan lahan hak milik, hak sewa dan hak sakap, juga terjadi perubahan hubungan kerja agraris yang menyangkut perubahan aspek tipe hubungan kerja. Persepsi masyarakat menunjukkan pada tingkat sedang artinya persepsi mereka terhadap pekerjaan bertani pada tingkat sedang (tidak negatif). Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini, diperlukan dukungan penegakan peraturan, pembatasan alih fungsi lahan produktif ke lahan tidak produktif, karena struktur kepemilikan lahan akan memberikan kesempatan kerja bagi penduduknya, tetap menjaga hubungan kerja yang baik antara pemberi kerja dan pekerjanya, memanfaatkan lahan sawah seoptimal mungkin untuk kesejahteraan penduduknya. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya dukungan terhadap teori pertukaran (exchange theory) yaitu terjadinya pertukaran sosial akibat dari interaksi sosialnya dalam hal ini terjadi interaksi kepentingan antara pemilik lahan dan penggarap lahan, proposisi rasionalitas sebagai dasar pembuatan keputusan dalam berusaha tani yang efisien dan produktif. Hasil ini juga mendukung teori perubahan evalusioner dari Durkheim. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan tidak ada gejala involusi pertanian, dan tidak ada fenomena pemerataan kemiskinan sebagaimana, hasil temuan penelitian yang disusun oleh Geertz pada tahun 1950 an, tidak ada fenomena utamakan selamat dengan pertimbangan subsistensi (hasil kajian Scot) tetapi utamakan selamat dengan pertimbangan rasional, pada situs penelitian ini ditemukan jalinan hubungan kerja yang lebih efisien, lugas, saling membutuhkan dan saling menguntungkan.