Abstrak


Pergeseran Perilaku Politik Nahdlatul Ulama (NU) Tahun 1999-2008 (Studi tentang Perilaku Politik Tokoh NU di Surakarta)


Oleh :
Lailatul Munfarida - K4404028 - Fak. KIP

Universitas Sebelas Maret.Tujuan Penelitian ini untuk menjawab masalah mengenai : (1) Perilaku Politik tokoh NU Pada masa Orde Lama dan Orde Baru. (2) Untuk Mengetahui Pergeseran Politik tokoh NU Pasca Orde Baru. (3) Untuk Mengetahui perilaku politik Tokoh-tokoh NU di Surakarta pada tahun 1999-2008. Bentuk dan strategi penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus terpancang tunggal, yaitu sasaran yang akan diteliti dibatasi dan terpusat pada satu lokasi, yaitu NU Surakarta. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sample berdasarkan tujuan penelitian, dimana peneliti memilih informan yang dipandang mengetahui permasalahan secara mendalam serta dapat dipercaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi dokumenter. Teknik analisis yang digunakan adalah model analisis interaktif, dimana bergerak pada tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Nahdlatul Ulama (NU) didirikan pada tahun 1926 sebagai ormas keagamaan (jam'iyyah diniyyah). Pembentukannya didasarkan atas pertimbangan dan untuk tujuan keagamaan. Merupakan organisasi Ulama tradisionalis yang memiliki pengikut yang besar jumlahnya dan masih bertahan dan mengakar di kalangan bawah. Anggotanya tidak selalu terdaftar sebagai anggota resmi, namun merasa terikat melalui ikatan-ikatan kesetiaan primordial, (2) Pasca Orde Baru Tokoh-tokoh NU masih setengah hati ketika berhadapan dengan manuver politik praktis, ketidakjelasan juga terlihat pada posisi hubungan NU dengan partai politik, termasuk didalamnya tokoh-tokoh NU di kota Surakarta, (3) Ada empat faktor yang menyebabkan pergeseran perilaku politik tokoh-tokoh NU di Surakarta pasca orde baru. Pertama, ketidakjelasan arah Khitah 1926 sendiri. selama kembali ke khitah tidak begitu tampak perbedaan mendasar antara NU pra dan pascakhitah. Kedua, merosotnya karisma para ulama, khususnya lembaga syuriyah. Ketiga, pluralisasi orientasi politik maupun kultural yang makin berkembang di lingkungan NU. Keempat, ideologi Sunni yang dianut NU memungkinkan berlangsungnya perubahan tingkah laku politik. Pandangan serba fikih yang dianut NU menganggap bahwa perubahan sikap dan perilaku tidak menjadi persoalan sepanjang perubahan itu dalam rangka kemaslahatan yang lebih besar, Tokoh-tokoh NU Surakarta tidak bisa diisolasi dari wilayah politik, karena faktor historis serta besarnya organisasi NU tentu mempunyai dampak dan magnet politik yang sangat kuat. Campur tangan tokoh NU Surakarta dalam politik praktis juga terlihat dalam memberikan dukungan terhadap salah satu calon walikota serta memberikan pengaruh dalam pemerintahan kota ditahun berikutnya hingga sekarang.