Abstrak
Pelaksanaan surat edaran mahkamah agung nomor 3 tahun 2000 tentang putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) dan provisionil dalam eksekusi putusan serta merta di Pengadilan Negeri Pati
Oleh :
Ariwisdha Nita Sahara - - Fak. Hukum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana eksekusi putusan serta merta di Pengadilan Negeri Pati berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000, beserta hambatan-hambatan yang timbul dalam eksekusi putusan serta merta dan cara mengatasi hambatan tersebut di Pengadilan Negeri Pati.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Jenis data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder. Sumber data adalah sumber data primer melalui wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Pati dan Panitera Pengadilan Negeri Pati, sedangkan sumber data sekunder yaitu Pasal 180 HIR, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001, Berkas Perkara Nomor 47/Pdt.G/2001/PN.Pt, Penetapan Nomor 76/PEN/2001/PN.Pt, buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan yaitu wawancara, serta studi pustaka, yang kemudian data tersebut dianalisis dengan analisis interaktif.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa eksekusi putusan serta merta di Pengadilan Negeri Pati, pada umumnya sudah memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Pasal 180 HIR, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000, dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001 misalnya dalam hal jenis gugatan yang diajukan, syarat-syarat penjatuhan putusan serta merta dan prosedur serta pelaksanaan putusan (eksekusi) yang dijalankan, namun ada juga yang masih belum sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001. Kekurangan Pengadilan Negeri Pati dalam implementasi Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Putusan Serta Merta yaitu mengenai barang jaminan yang diserahkan Pemohon eksekusi hanya berupa surat pernyataan dari pemohon eksekusi bahwa selama barang atau benda yang telah dieksekusi berada di bawah kekuasaanya tidak akan dipindahtangankan kepada pihak ketiga sampai benar-benar ada putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, padahal dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001, pemohon eksekusi harus menyerahkan jaminan yang nilainya sama dengan nilai objek sengketa. Dalam pertimbangan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Pati serta pertimbangan penetapan pelaksanaan eksekusi oleh Ketua Pengadilan Negeri Pati tidak disebutkan secara tegas bahwa Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 merupakan dasar dalam penjatuhan putusan serta merta, hanya disebutkan Pasal 180 HIR sebagai dasar hukumnya.
Hambatan dalam eksekusi putusan serta merta yaitu persyaratan yang ditetapkan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 terlalu sulit dan memberatkan, pemohon eksekusi tidak mampu memberikan jaminan yang nilainya sama dengan objek sengketa, termohon eksekusi bersedia menyerahkan objek sengketa namun kesulitan biaya untuk pengosongan objek sengketa, terjadinya ketegangan antara Termohon eksekusi dengan juru sita dan petugas keamanan karena tidak mau meninggalkan tanah dan rumah sengketa, dan Termohon eksekusi melakukan perlawanan sehingga menimbulkan kekacauan dan tindakan anarkis. Pengadilan Negeri Pati sejauh ini sudah berusaha untuk mengatasi hambatan yang terjadi dalam eksekusi putusan serta merta di Pengadilan Negeri Pati. Berdasarkan hal tersebut, maka Pengadilan Negeri Pati harus berusaha mengimplementasikan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Putusan Serta Merta sepenuhnya dalam menjalankan eksekusi putusan serta merta.